Oleh : H. Baby Suhendri, ST. M.Pd
Dekan Fakultas Teknik Universitas Primagraha
Banyak pihak memprediksi di tahun 2030 Indonesia mengalami bonus demografi. Namun hal tersebut terjadi lebih awal. Per September 2020 data BPS menunjukkan, jumlah penduduk usia 15-64 tahun mencapai 191 juta jiwa atau 70,72% dari total penduduk Indonesia 270,2 juta. Sementara itu generasi ‘millenials’ mencapai 69,90 juta jiwa atau 25,87 persen, fantastis!. Apa artinya?.
Di satu sisi bonus demografi menjadi peluang. Seperti di beberapa negara di dunia yang memiliki keterbatasan Sumber Daya Alam (SDA), mereka justru fokus terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai sebuah keberlimpahan, menjadi ‘komoditas’ yang mampu mengubah perekonomian negara. Menggeser predikat negara berkembang menjadi negara maju.
Singapura, Malaysia, Jepang dan Korea Selatan misalnya, menjadikan sumber daya manusia sebagai aset yang sangat berharga atau sebuah investasi besar yang menjadi faktor utama dalam menentukan keberhasilan negara. Pengelolaan sumber daya manusia yang tepat bagi sebuah negara dan sebuah organisasi akan menjadi faktor utama dalam membawa kesuksesan yang maksimal.
Namun bonus demografi tanpa penanganan yang baik justru akan berdampak buruk. Kelangkaan lapangan pekerjaan dan buruknya kualitas pendidikan menjadi ancaman serius terhadap meningkatnya jumlah kemiskinan.
Persoalan yang dihadapi di kemudian hari adalah terjadinya ‘Aging Population’, dimana jumlah penduduk usia lanjut menjadi berlebih. Ledakan usia tua ini memiliki konsekuensi pada bidang ekonomi, politik, dan sosial. Aging population akan berdampak pada penurunan populasi usia produktif, peningkatan biaya perawatan kesehatan, peningkatan rasio ketergantungan, dan perubahan struktur ekonomi.