JAKARTA – Paparan akhir tahun Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) hampir seluruhnya memuat hal yang positif-positif.
Tetapi saat disinggung urusan tunjangan profesi senilai Rp 10 triliun yang
mengendap di rekening pemda, justru melempar urusan ini Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan (BPKP).
Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan pada prinsipnya tunjangan
guru yang mengendap hingga Rp 10
triliun itu tetap akan dibayarkan.
“Tetapi harus menunggu verifikasi dari tim BPKP,”
katanya. Menteri asal Surabaya itu menuturkan bahwa saat ini pihak yang bisa
memastikan pencairan tunjangan profesi itu adalah BPKP.
Nuh belum membeber perkembangan penuntasan pencairan TPP
tersebut. Padahal penanganan tersendatnya pencairan TPP ini sudah mulai dari
beberapa bulan yang lalu. Tepatnya ketika jajaran Inspektorat Jenderal (Itjen)
Kemendikbud menemukan pengendapan uang tunjangan profesi itu.
Sejak
awal Kemendikbud berpegangan bahwa tersendatnya
pencairan itu adalah urusan administrasi. Sebab guru sasaran pencairan tunjangan
profesi itu sudah ada.
Di antara ganjalan administrasi yang membuat tunjangan
profesi itu tidak cair adalah, banyak guru yang tidak memenuhi beban minimal
mengajar. Seperti diketahui syarat menerima tunjangan profesi itu adalah, guru
wajib mengajar selama 24 jam pelajaran dalam sepekan.
Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo
mengatakan sikap Kemendikbud tadi sangat menyedihkan. “Saling lempar
tanggung jawab seperti itu (dari Kemendikbud
ke BPKP, red) tentu semakin
membuat guru yang seharusnya menerima tunjangan profesi semakin resah,”
kata dia.
Selain urusan pembayaran tunjangan profesi, laporan akhir
tahun merah Kemendikbud juga ada di bidang pendidikan tinggi. Sampai saat ini
ternyata masih ada gejolak dalam pemilihan rektor di perguruan tinggi negeri
(PTN).
Kasus ini diantaranya terjadi di Universitas Sam Ratulangi
(Unsrat) Manado. Selama berbulan-bulan proses pemilihan rektor di Unsrat
menggantung. “Kenapa pemilihan rektor di Unsrat tidak selesai-selesai,
karena mereka tukaran (ribut, red) sendiri,” jelas
Nuh.
Nuh mengatakan jika seluruh civitas Unsrat bisa rukun, maka
pemilihan rektor tidak akan berbelit dan membutuhkan waktu lama. Jika terus
berselisih, Nuh mengatakan akan menerjunkan tim dari Kemendikbud untuk mengawal
pemilihan rektor di Unsrat.
Mereka tidak ingin polemik pemilihan rektor mengganggu
perkuliahan. Terus munculnya keributan jelang pemilihan rektor ini, menunjukkan
belum matangnya iklim demokrasi di PTN. (JPNN)