SERANG – Belajar dari rumah diberlakukan sejak Covid-19 mewabah di Banten. Semua siswa dari jenjang pendidikan PAUD, SLTP, hingga SLTA diliburkan dari sekolah untuk memotong matarantai Covid-19 di Banten.
Saat di rumah, siswa belajar menggunakan media gadget dan laptop dengan jaringan internet. Bagi siswa di perkotaan, belajar daring tidak terkendala karena umumnya jaringan internet baik. Berbeda dengan siswa yang berada di pelosok. Mereka mengeluhkan akses dan jaringan yang buruk saat pembelajaran daring dimulai.
Guru SMP Negeri 1 Baros, Kabupaten Serang, Ratih Handayaningrat mengaku, kesulitan menerapkan pembelajaran daring kepada siswa selama belajar di rumah akibat pandemi Covid-19. Banyak persoalan yang dihadapi guru dan siswa selama belajar di rumah. Di antaranya banyak siswa tidak mempunyai ponsel pintar atau smartphone karena kondisi ekonomi.
“Ada yang punya HP (handphone-red) juga bukan smartphone, cuma bisa SMS dan telepon saja bukan android, kemudian masalah jaringan,” keluh Ratih saat dihubungi Radar Banten melalui sambungan telepon seluler, tadi malam.
Guru-guru kelas termasuk wali kelas di sekolah yang ada di Kecamatan Baros berupaya menerapkan media pembelajaran daring. Namun, pihaknya juga menemukan kendala lain yaitu kurang kerja sama orangtua dalam memperhatikan anak dan banyak yang tidak mengerti belajar daring. Masalah lain, lanjut Ratih, jarak yang cukup jauh antar rumah teman sekolah. “Kalau berdekatan bisa kerja bareng bergantian dengan teman yang punya HP, sekolah tinggal mengganti biaya kuota untuk siswa kurang mampu,” jelasnya.
Masalah lain, motivasi siswa kurang dalam belajar. Pihaknya pernah menelepon siswa saat ujian, tetapi siswa susah dibangunkan. Pernah saat ujian sekolah banyak yang masih tidur sehingga banyak siswa tidak ikut ujian. Pihaknya sudah mencoba menghubungi siswa berulang kali, sampai meminta tolong orang terdekat untuk membangunkan tetap tidak bangun, begitu pula dibangunkan orangtuanya tetap tertidur pulas. “Masalah pembelajaran daring sekarang kompleks,” keluh guru kelas 7 itu.
Pernah pihaknya menyarankan agar siswa menonton salah satu stasiun televisi tetapi banyak yang tidak tahu. “Banyak yang tidak tahu, orangtuanya juga, nanya channel sabaraha (berapa-red), saluran naon (apa-red), malah banyak yang rusak salurannya, jadinya belajar enggak sukses,” tukasnya.
Menurutnya, banyak siswa maupun orangtua tidak paham cara pembelajaran daring. Teknis pembelajaran yang ada di saluran televisi nasional yang disarankan terlalu umum, sementara pembelajaran yang diterapkan sekolah berbentuk tematik. “Masa soal kelas I, II, III SD sama, di SMP juga begitu. Banyak yang nanya, pelajarannya IPS atau bahasa Indonesia, jadinya siswa kewalahan. Mereka nanya tugasnya dikirim ke guru siapa? Akhirnya, diserahkan ke wali kelas sampai kebanjiran kewalahan,” katanya.
Menurutnya, siswa kesulitan belajar tanpa pendampingan guru. Ia berharap, pemerintah bisa menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dipandu oleh guru pelajaran dan wali kelas melalui saluran televisi yang bisa terkoneksi dengan siswa dan guru kelasnya langsung. “Dengan PJJ siswa lebih paham dan ada komunikasi karena pelajarannya tematik,” jelas anggota Komunitas Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Kabupaten serang itu
Senada disampaikan honorer SMK I Cinangka, Rahmatullah yang mengakui kesulitan menerapkan media pembelajaran daring. Hal itu berdampak terhadap pemberian materi pembelajaran terhadap siswa, terutama yang tinggal di wilayah pegunungan. Selain terkendala jaringan internet, juga banyak siswa dari keluarga kurang mampu. “Media pembelajaran daring membutuhkan perangkat, di antaranya alat komunikasi. Sebetulnya pemerintah sudah memfasilitasi dengan pengadaan internet gratis, tapi saya rasa belum optimal karena kendala jaringan selain banyak siswa yang enggak punya ponsel. Seperti di Desa Bantarwangi dan Mekarsari yang wilayah pegunungan,” katanya.
UJIAN SUSULAN
Hal serupa terjadi di Lebak. Sejumlah siswa SMA yang tinggal di pelosok Lebak terpaksa mengikuti ujian susulan akibat terkendala jaringan internet saat ujian sekolah dilaksanakan. Ujian susulan dilaksanakan 16 – 17 April 2020.
Wakil Kepala SMA Negeri 1 Sobang Wawan Ikhwanudin menyatakan, jumlah siswa yang tidak ikut ujian sekolah tinggal di pelosok yang tidak terjangkau internet. “Ada siswa kelas XII yang enggak ikut ujian sekolah, karena tempat tinggal siswa tidak ada jaringan internet atau blankspot,” kata Wawan.
Pihak sekolah, lanjutnya, sudah melaporkan ke Kantor Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (KCD Dikbud) Banten Wilayah Lebak. Para siswa yang ikut ujian susulan diarahkan mengunjungi kampung yang ada jaringan internetnya pada 16 – 17 April 2020. Operator di sekolah akan membimbing para siswa mengikuti ujian sekolah sampai selesai.
“Kendala yang dihadapi di daerah pelosok seperti di Kecamatan Sobang, yaitu masalah jaringan internet. Karena itu, kita minta kepada para siswa untuk mengoptimalkan jaringan yang ada untuk bisa mengikuti ujian sekolah,” tegasnya.
Selama ujian sekolah, operator mengalami kendala dan harus membimbing para siswa untuk login. Jadi, tidak hanya persoalan anak-anak yang tidak bisa ikut ujian sekolah. Tapi siswa yang ikut ujian juga terkendala sinyal lemot, error, dan telepon seluler mati.
Terpisah, guru SMA Negeri 3 Rangkasbitung Ria Yusnita membenarkan, pelaksanaan ujian sekolah di SMAN 3 Rangkasbitung dilaksanakan pada 30 Maret sampai 2 April 2020. Di sekolah yang ada di pusat kota Rangkasbitung itu, tidak ada siswa yang absen dalam ujian sekolah. Semua siswa kelas XII mengikuti ujian sekolah dengan bimbingan dari guru dan operator sekolah.
“Alhamdulillah di SMAN 3 Rangkasbitung semua siswa ikut ujian sekolah sehingga sekolah enggak menjadwalkan ujian sekolah susulan,” paparnya.
Namun demikian, Ria mengakui, ujian daring yang dilaksanakan sekolah mengalami banyak kendala seperti sinyal lemot, laptop error, listrik padam, dan telepon seluler siswa yang lowbaterry.
Begitu pun yang dialamai Juhri warga Kampung Darmaga, Desa Tamanjaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang. Ia mengaku anaknya yang duduk di bangku kelas V SD terkendala akses internet. “Akses internet susah, kartu apa pun yang dipakai susah buat internetan. Bukannya enggak kebeli kuota internet, tapi memang jaringan internet ini yang susah,” katanya.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Cilegon Ismatullah mengaku jaringan internet menjadi persoalan selama penyelenggaran ujian sekolah di Cilegon. Terutama di Kecamatan Pulomerak dan Grogol. “Untuk yang bermasalah jaringan internet, tidak menggunakan sistem daring, tapi manual, misalnya difoto melalui WhatsApp lalu dijawab secara berkala oleh siswa,” ujarnya. (zai-tur-dib-bam/alt/ags)