SERANG – Ancaman pemecatan pejabat oleh Gubernur Wahidin Halim terkait pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2018 yang karut marut di Provinsi Banten membuat pejabat Dindikbud dan Diskominfotiksan waswas. Agar tidak mengganggu kinerja bawahannya, Gubernur Wahidin Halim meluruskan pemberitaan yang telanjur ramai di kalangan ASN Pemprov Banten.
Tenaga Ahli Gubernur Bidang Media dan Public Relations Ikhsan Ahmad mengatakan, berkaitan dengan pemberitaan yang menyebutkan Gubernur menandatangani surat pemecatan pejabat di Dindikbud Banten, hal itu tidak benar. Gubernur sampai saat ini belum menandatangani surat pemecatan pejabat di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten seperti yang diberitakan media.
“Adanya lagkah-langkah tegas Gubernur untuk mengevaluasi PPDB online 2018 adalah benar. Namun, semuanya masih menunggu evaluasi menyeluruh pihak Inspektorat, termasuk apakah dibutuhkan langkah-langkah pemecatan atau tidak,” ungkap Ikhsan mewakili Gubernur kepada Radar Banten, Kamis (19/7).
Terpisah, Wakil Gubernur Andika Hazrumy mengakui, dari hasil evaluasi, pelaksanaan PPDB online cukup mengecewakan. Dengan kondisi tersebut, Pemprov akan mengambil langkah untuk mendisiplinkan jajarannya, terutama organisasi perangkat daerah (OPD) yang menangani PPDB, yaitu Dindikbud dan Dinas Komunikasi Informatika Statistik dan Persandian (Diskominfotiksan).
“Sampai Pak Gubernur berencana mengambil langkah mendisiplinkan aparatur yang memiliki tanggung jawab PPDB. Pendisiplinan agar masalah PPDB tidak berulang lagi. PPDB ini dalam kaitan hajat hidup seluruh masyarakat Banten,” ujar Andika seusai menghadiri rapat paripurna di DPRD Banten, kemarin.
Andika juga meminta kepada masyarakat untuk melaporkan jika merasa ada dugaan praktik kecurangan seperti jual beli kursi. “Silakan lapor. Lengkapi buktinya seperti rekaman pembicaraan dan sebagainya,” katanya.
Menanggapi rencana Gubernur, Ketua Komisi V DPRD Banten Fitron Nur Ikhsan mengkritisi kebijakan Gubernur yang mengindikasikan untuk pencopotan pejabat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan PPDB online. Menurutnya, pencopotan tidak akan menjadi solusi berarti jika hanya dijadikan kambing hitam. “Pertimbangkan efek manusiawinya. Kalau kemudian itu dijadikan alat untuk scapegoat (kambing hitam-red), pencopotan akan tidak menjadi solusi,” ujarnya.
Ia melanjutkan, pertimbangan efek manusiawi itu adalah dengan tidak mengorbankan dedikasi pejabat yang sudah diberikan selama ini. Selain itu, karut marut PPDB yang terjadi tidak menjadi tanggung jawab satu atau dua orang saja. “Tapi, buat saya ada sanksi yang lebih manusiawi tanpa harus mengorbankan secara keseluruhan dedikasi yang pernah dilakukan. Karut marut bisa jadi disebabkan lemahnya kontrol dan manajemen,” katanya.
Disinggung apakah dengan kacaunya pelaksanaan PPDB, pencopotan pejabat sudah menjadi solusi, Fitron menyatakan harus diperiksa secara mendalam. “Periksa saja dulu, sejauh apa kesalahannya. Kalau kemudian itu terjadi juga tak lepas dari rendahnya perencanaan dan pengawasan sejak awal,” ungkapnya.
Fitron mengakui bahwa permasalahan PPDB online terjadi tak lepas dari kurangnya antisipasi baik dari eksekutif maupun legislatif. “Semua pihak termasuk kami. Gubernur kurang antisipasi. Rapatnya kurang berkualitas saat persiapan PPDB. Rapat itu fungsinya untuk merumuskan dan mengecek detail. Kalau bawahan sudah bilang oke mantap, tinggal diuji okenya di mana dan mantapnya seperti apa,” tuturnya.
Adapun yang harus dilakukan Pemprov Banten saat ini adalah melakukan evaluasi agar tidak terulang di tahun berikutnya. “Pembinaan masih tetap harus dikedepankan. Buat evaluasinya yang matang, simpulkan akar persoalannya. Lakukan pembenahan, pembinaan, dan sanksi yang sewajarnya,” ujarnya. (Deni S/RBG)