Kenyataan hidup berumah tangga, tak semudah dan seindah kisah sinetron di televisi yang sering kita tonton. Bukan hanya soal ekonomi, segala hal baik dari dalam maupun luar antara suami dan istri, kalau tidak kuat mental dan nurani, pasti bisa menjadi penyebab retaknya hubungan rumah tangga yang dibanggakan keluarga.
Merenungi kisah cinta Muin (41) dan Nani (38), keduanya nama samaran, kiranya bisa menjadi contoh nyata bagi para suami maupun istri agar termotivasi dalam menjalani hari agar bisa lebih baik lagi. Dikisahkan Muin yang terlahir di sebuah kampung di Kabupaten Tangerang, ialah pemuda miskin yang sejak kecil ditinggal mati sang ayah tercinta.
Menekuni segala macam pekerjaan mulai dari kuli bangungan, pedagang kaki lima, sampai membantu mengurus kebun tetangga, Muin menjalani hari penuh kesederhanaan. Meski begitu, Muin termasuk pemuda yang aktif berkegiatan di masyarakat.
Sifatnya baik dan rajin beribadah, membuat Muin mudah diterima di berbagai kalangan. Menjadi lelaki yang banyak membantu orang, bukan hal sulit baginya untuk bertahan hidup. Hingga suatu hari, seorang warga yang baru merintis usaha berjualan peralatan make-up dan beragam perlengkapan rumah tangga di pasar, mengajak Muin bekerja sebagai karyawan pertama.
Hari pertama kerja pun dilakoninya. Tampak bersemangat dan energik, itulah yang dilakukan Muin dalam bekerja. Motivasi tinggi demi meningkatkan kualitas hidup, membuat Muin memiliki kinerja bagus dalam melakukan tugasnya sebagai karyawan. Berjalan tiga tahun kemudian, berkat kehadirannyalah, para pelanggan merasa nyaman dan puas, usaha toko tersebut maju pesat.
Sebagai karyawan senior, Muin banyak memberi arahan pada karyawan lain. Dengan lembut dan murah senyum, ia membuat suasana kerja layaknya rumah. Hingga suatu hari, dengan uang tabungan yang ia miliki, Muin tak bisa menahan hasrat untuk segera mengakhiri masa lajang. Berkenalan dengan Nani yang tak lain merupakan pelanggan setia, mereka sepakat menuju jenjang pernikahan.
Mengikat janji sehidup semati, Muin dan Nani resmi menjadi sepasang suami istri. Dengan pesta pernikahan sederhana, tamu undangan tampak ikut berbahagia. Sosok Muin yang bersahaja, akhirnya menemukan wanita yang akan menemani hidupnya.
Di awal masa pernikahan, Muin bersikap penuh perhatian. Seraya menjaga kelakuan agar terlihat baik di depan keluarga sang istri, ia sering membelikan makanan sepulang bekerja. Widih, cari perhatian nih ye.
“Ya maklumlah, namanya juga numpang di rumah istri. Jadi, harus pandai-pandai mencuri hati mertua. Kalau enggak gitu, bisa-bisa susah beradaptasinya,” curhat Muin kepada Radar Banten.
Seiring berjalannya waktu, sang istri tercinta pun melahirkan anak pertama. Membuat hubungan mereka semakin mesra. Berkat kehadiran sang buah hati, Muin pun menjadi lebih leluasa tinggal bersama keluarga istri. Ia tak canggung lagi. Meski begitu, nyatanya keadaan harus memaksa Muin berbesar hati.
Ketika adik sang istri menikah, sang adik bersama suami juga tinggal di rumah. Sebagai kakak tertua, Miun dan istri dipaksa mengalah oleh orangtua pindah kamar di bagian belakang dekat dapur. Jika dibandingkan, ukurannya jauh lebih kecil dan yang mengenaskan lagi, sebenarnya ruangan itu bekas gudang yang sudah lama tak terpakai. Astaga.
“Awalnya sih saya keberatan, tapi setelah dipikir lagi, ya memang seharusnya saya sudah tidak tinggal di situ,” curhat Muin. Atuh kenapa enggak ngontrak saja, Kang?
“Duh enggak deh, saya punya rencana sendiri. Daripada ngontrak, sayang uangnya. Mending ditabung,” ungkap Muin.
Sejak saat itu, keadaan rumah menjadi semakin ramai. Rumah tangga adik iparnya yang kerap memberi lebih kepada orangtua, membuat Muin sering dibanding-bandingkan. Maklumlah, sang adik ipar memang memiliki suami yang berasal dari keluarga kaya. Mereka tinggal di rumah lantaran hanya sebagai tempat berteduh menunggu rumah pribadi mereka selesai dibangun.
Tak hanya itu, yang namanya wanita pasti panas ketika suaminya dihina. Nani yang tak terima, kerap menangis di tengah malam merutuki kepedihan. Ia tak merasa sang ibu tak adil dalam memberi kasih sayang. Selama ini adiknya terus yang diberi perhatian lebih. Ujung-ujungnya, Muinlah yang pusing karena dituntun balas dendam dengan berjanji akan membuat hidup mereka mapan.
Bertahan di tengah tekanan, Muin fokus bekerja dan bersikap sabar. Hingga suatu hari, sepuluh tahun lebih ia mengabdi pada sang majikan di tempat bekerja, Muin diberi kepercayaan memegang bisnis serupa. Ia dibuatkan toko dan diberi modal. Bagai mendapat jawaban atas doa-doanya pada Tuhan, Muin semangat menjalankan bisnis.
Tak disangka, berjalan tiga tahun berdagang, usaha Muin maju pesat. Ia merenovasi ruko menjadi lebih besar. Dengan uang tabungan yang ia perjuangkan sejak masih bujangan, Muin membangun rumah sederhana dan membeli mobil pribadi untuk anak istri, ia sukses menjadi orang kaya baru di kampungnya. Hebatnya, sejak saat itu, sang mertua sering main ke rumah membawa makanan untuknya dan sang istri. Widih, sudah berubah rupanya.
“Hehe, ya alhamdulillah, Kang. Kita sering kumpul di rumah. Ternyata berumah tangga itu kalau ingin nyaman ya harus mapan,” terang Muin.
Kini Muin dan Nani hidup bahagia. Dengan ekonomi yang tak lagi kekurangan, mereka sejahtera dengan dua anak kesayangan. Katanya, Muin juga sudah mendaftar haji bersama sang ibu mertua dan istri tercinta. Subhanallah.
Semoga usaha Kang Muin terus maju dan bisa langgeng selamanya bersama Teh Nani. Amin. (daru-zetizen/zee/dwi/RBG)