KOMISI VIII DPR RI mencoba menekan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2017 sebesar 5 persen. Biaya yang ditetapkan Kementerian Agama (Kemenag) Rp 34,968,774 kemungkinan akan diturunkan menjadi Rp 33,220,336. Hal tersebut berdasarkan hasil perundingan anggota dewan di Kopo, Bogor, Jawa Barat, Senin (20/3) lalu.
”Kita akan coba tekan BPIH turun 5 persen di tahun ini,” ungkap Sodik Mujahid, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/3), dilansir JawaPos.com.
Politisi Partai Gerindra itu menyatakan, langkah-langkah yang ditempuh oleh DPR dan Kemenag adalah mencoba melobi pihak maskapai seperti Garuda dan Saudi Arabia. ”Pihak Garuda dan Saudi Arabia sudah bersedia menghitung ulang. Bahkan pihak Pertamina juga bersedia menghitung ulang penurunan harga fuel (bahan bakar) yang sangat berpengaruh kepada harga tiket pesawat,” terangnya.
Jadi kepastian BPIH, sambung Sodik, menunggu hasil hitung ulang Kemenag dan hitung ulang maskapai Garuda. ”Harapan DPR biaya haji tahun 2017 adalah RP 32,323 juta. Dan jika tidak bisa turun ke angka tadi, maka berusaha agar jangan naik atau tetap sama dengan tahun lalu yakni, Rp 34,641 juta,” paparnya.
Terpisah, Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin memastikan BPIH akan ditetapkan pekan ini. Rencananya, BPIH diputuskan dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR pada Jumat (24/3) nanti. ”Apakah molor atau tidak BPIH, jawabannya tidak. Insya Allah Jumat lusa akan ada raker dengan komisi VIII untuk menetapkan BPIH,” kata Lukman, kemarin.
Diketahui, kata Lukman, ongkos naik haji tahun lalu sebesar 2.585 dollar AS atau setara Rp 34.641.304, mengacu pada kurs saat itu. Jika berdasar pada kuota, sebanyak 221.000 umat muslim Indonesia akan menunaikan ibadah haji tahun ini.
Jumlah itu, lanjutnya, terdiri dari 204.000 orang calon haji reguler dan 17.000 calon haji khusus. Dalam empat tahun terakhir, kuota haji Indonesia sebesar 168.800 orang. Pemerintah Arab Saudi memutuskan mengembalikan kuota normal dengan menambah 42.200 orang.
”Jumlah calon haji yang kini dalam daftar tunggu paling lama atau rata-rata 29 tahun di Sulawesi Selatan. Sementara yang paling cepat yaitu rata-rata 11 tahun di Provinsi Sulawesi Utara,” ucap Lukman. (aen/yuz/JPG)