SERANG – Ribuan buruh dari seluruh daerah di Provinsi Banten hari ini menggelar aksi unjuk rasa di depan Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) Curug, Kota Serang, Kamis (17/11). Ribuan buruh yang tergabung dari sejumlah serikat pekerja seperti Serikat Pekerja Nasional (SPN), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), dan Federasi Serikat Buruh Krakatau Steel (FSBKS) tersebut mengomentari PP 78 Tahun 2015 tentang pengupahan.
Ditemui di sela-sela aksi, Sanudin, Ketua Umum FSBKS mengatakan, dalam aksi ini selain menolak PP 78 Tahun 2015, buruh pun menuntut rekomendasi UMK yang telah ditetapkan oleh Walikota Cilegon Tb Iman Ariyadi.
“Walikota merekomendasikan kenaikan UMK 2017 sebesar 20 persen, kami kawal supaya rekomendasi itu direalisasikan dan diputuskan oleh Plt Gubernur. Kami akan mengawal, apabila ini tidak diakomodir oleh Plt (Gubernur), kami akan terus memperjuangkan itu di Cilegon maupun di provinsi,” paparnya, Kamis (17/11).
Saat ini UMK di Provinsi Banten sebesar Rp3.078.057, setelah melalui pertimbangan, Walikota Cilegon menurut Sanudin, menetapkan kenaikan 20 persen dari UMK tahun ini. “Awalnya pihak perusahaan tetap ingin hanya 8,25 persen sesuai PP 78, kemudian Walikota memutuskan rekomendasi 20 persen, kami yakin itu setelah melewati banyak pertimbangan,” ujarnya.
Rekomendasi tersebut pun, menurut Sanudin telah disampaikan ke Pemprov Banten, karena itu pihaknya berharap Plt Gubernur Banten menyetujui rekomendasi tersebut. “Kami ingin Pemprov Banten melihat Kota Cilegon secara utuh, industri di Cilegon merupakan industri padat modal bukan padat karya, 20 persen itu pasti sudah ada pertimbangan,” katanya.
Ketua DPD SPN Provinsi Banten, Ahmad Saukoni mengatakan, aksi tersebut dilakukan sebagai wujud penolakan buruh terhadap PP 78 mengenai pengupahan, yang dinilai buruh tidak sesuai dengan harapan.
“Oleh karenanya sebagai bentuk penolakan dari buruh, kami akan melakukan aksi secara besar-besaran. Hal ini dilakukan karena PP 78 telah membuat Provinsi Banten menjadi darurat upah minim, sedangkan harga-harga kebutuhan ekonomi terus melambung tinggi,” ujarnya.
Saukoni melanjutkan, PP 78 tersebut harus dapat disesuaikan dengan keinginan buruh. “Bukan kami ingin berpihak secara miring, tapi kepihakan kepada buruh ini tidak terlihat sama sekali. Makanya kami mengingatkan di Banten ini yang menganggur banyak, sedangkan upah buruh saja belum sejahtera. Ditambah lagi keluar PP 78 membuat kami jadi tidak puas dan merasa keputusan ini tak adil,” jelasnya.
Wakil Ketua KSPSI DPD Provinsi Banten, Suryadi menambahkan, rekomendasi UMK yang sudah disampaikan dari tiap Kabupaten dan Kota se Provinsi Banten segera dikeluarkan SK-nya. Karena upah minimum sektoral dari tiap Kabupaten dan Kota tetap memakai UU 13 Tahun 2003.
“Makanya kami berharap Plt Gubernur bisa manangkap aspirasi kami, bahkan dapat mengeluarkan pernyataan yang membuat kami menjadi senang. Tapi apabila tak sesuai, kami akan terus melakukan aksi dan bertahan di kantor Pemprov Banten sampai Plt mengeluarkan SK penetapan upah minimum yang sesuai dengan rekomendasi oleh Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten,” ucapnya. (Bayu)