Orang mengenal sebagai wartawan senior yang hebat. Debut kehebatannya dimulai saat menulis tragedi tenggelamnya KMP Tampomas II di Kepulauan Masalembo Laut Jawa pada 27 Januari 1981 silam.
Liputan khusus yang ditulisnya untuk Majalah Tempo diedit langsung oleh Goenawan Mohamad. Pendiri Tempo. Itulah pertama kali dia bertemu Goenawan Mohamad. Idolanya. Dia adalah Dahlan Iskan. Pria nyentrik kelahiran Magetan, 17 Agustus 1951.
Ya, Pak Dahlan-begitu biasa disapa- mengawali kariernya sebagai wartawan di Majalah Tempo. Berkat liputan tragedi Tampomas II yang mendalam, dirinya dipromosikan menjadi kepala biro Tempo di Surabaya.
Tahun 1982, Tempo membeli Jawa Pos. Dan, Dahlan Iskan dipercaya menjadi nahkodanya. Dari sinilah Jawa Pos, yang semula koran tua yang hidup segan mati tak mau, merangkak naik. Dan, kelak melesat mengalahkan koran utama yang sudah eksis lebih dulu di Surabaya: Surabaya Post.
Dahlan Iskan menjadi sangat populer di Surabaya. Bicara soal Jawa Pos ya Dahlan Iskan. Dahlan Iskan=Jawa Pos. Kariernya terus melesat. Puncaknya menjadi CEO Jawa Pos dan Jawa Pos Group yang menaungi ratusan koran daerah di Indonesia.
Ketenarannya dan kesuksesannya memimpin Jawa Pos kemudian mengantarnya menjadi Dirut PLN 2009-2011 dan Menteri BUMN 2011-2014.
Tapi, edisi perdana Inspirasi ini, tak akan mengupas detail mengenai perjalanan karier Pak Dahlan. Yang panjang dan menarik itu. Yang mampu mengharu-biru pembaca dalam bukunya “Ganti Hati”. Yang akan diterangkan di bagian bawah tulisan ini.
Penulis juga tidak perlu telepon Beliau. Karena referensi mengenai Pak Dahlan begitu banyak di google.com. Juga sudah tak terhitung berapa kali bertemu Beliau. Baik ketika rapat di Surabaya atau di daerah lainnya walaupun jarang berinteraksi dalam obrolan. Atau ketika berkunjung ke Graha Pena Radar Banten.
Tapi, lebih kepada semangat Pak Dahlan untuk menulis. Dalam situasi dan kondisi apa pun. Sesibuk apa pun, Pak Dahlan tetap menulis. Mengenai isu-isu terkini. Tulisannya lugas. Enak dibaca. Mengalir runtut. Bahasanya mudah dipahami. Kalimatnya pendek-pendek. Kalau ada bahasa ilmiah yang sulit dipahami, dijelaskannya hingga mudah dimengerti maksudnya.
Misal soal Ganti Hati Pak Dahlan. Yang berlangsung di Tianjin First Centre Hospital, Tiongkok, pada 6 Agustus 2007. Ya, hati Pak Dahlan terkena sirosis dan kanker hati. Harus diganti. Dan, berhasil.
Proses ganti hati itulah yang kemudian menjadi fenomenal. Pak Dahlan menjabarkan dalam tulisan dengan sangat detail dan runtut. Termasuk istilah-istilah medis yang begitu sulit dan rumit dijelaskan dengan gamblang. Dituangkan ke dalam buku “Ganti Hati” yang dicetak berulang-ulang.
Pak Dahlan menulis itu semua, bukan saat sedang banyak waktu. Bukan saat sedang sehat. Bukan saat sedang senang. Tapi, saat sedang proses pemulihan pascaoperasi ganti hati. Yang menurut medis adalah masa kritis. Tidak boleh banyak gerak. Tidak boleh capek. Tidak boleh terkena kontaminasi debu.
Buku ” Ganti Hati” itu kemudian istilah sekarangnya: viral. Di mana-mana orang membicarakan Pak Dahlan. Kekagumannya pada sosok Pak Dahlan yang mampu menuliskan detail proses operasi ganti hati. Juga soal sosok Pak Dahlan yang ternyata berasal dari pelosok desa. Anak petani miskin, yang hidup serba kekurangan.
Tradisi menulisnya itu, tak pernah padam. Terus dilakukan ketika menjadi Dirut PLN dan Menteri Negara BUMN. Sesibuk apa pun tetap disempatkan untuk menulis. Walaupun pagi di Surabaya, siang di Jakarta. Sore di Medan. Atau sedang berada di luar negeri pun. Tetap menulis.
Menyoroti apa saja. Tentang tehnologi terapan. Tentang pertanian. Tentang kesehatan. Dan lainnya. Tulisannya begitu menghibur. Menginspirasi. Terakhir tentang bantuan “2 T” yang menghebohkan itu. (m widodo)