Minat dan kegemaran membaca di kalangan masyarakat Indonesia jauh tertinggal dibanding masyarakat negara lain. Padahal dengan membaca akan bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Kepala Pusat Pengembangan Perpustakaan dan Pengkajian Minat Baca, Perpustakaan Nasional Deni Kurniawan menuturkan, berdasar penilaian tingkat literasi masyarakat Indonesia yang dilaksanakan Central Connecticut State University, Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara yang dinilai. Artinya itu sama dengan nomor dua dari paling bawah.
Sementara berdasarkan pemeringkatan Programme for Internasional Student Assessment (PISA) yang dilakukan tiap tiga tahun sekali oleh OECD tahun 2015, Indonesia menempati peringkat 69 dari 76 negara, dengan skor membaca di bawah rata-rata 396 dengan kecenderungan meningkat 2,3 poin per tahun.
Sementara untuk siswa, bila dibandingkan dengan posisi 2012 berdasar nilai median, capaian membaca siswa Indonesia meningkat dari 337 poin di tahun 2012 menjadi 350 poin di tahun 2015.
Sedangkan nilai matematika melonjak 17 poin dari 318 poin di tahun 2012 menjadi 335 poin di tahun 2015. Lonjakan tertinggi terlihat dari capaian sains yang mengalami kenaikan dari 327 poin menjadi 359 poin di 2015.
Rendahnya kegemaran membaca disebabkan oleh beragamnya aspek, antara lain fakta, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat berbudaya tutur. Bentuk petukaran informasi masih secara lisan.
Semua informasi, gagasan dan pengetahuan hanya disimpan dalam ingatan. Seperti kebiasaan masyarakat di kedai kopi, stasiun, bandara dan area publik lainnya. ”Kita lebih sering melihat orang ngobrol daripada membaca,” kata Deni dilansir JawaPos.com.
Karena itu, dia menekankan pentingnya menggerakkan budaya membaca sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk di NTB. Kegemaran membaca akan berdampak pada budaya membaca, dan secara langsung maupun tidak langsung kebiasaan membaca menjadi salah satu indikator kualitas bangsa.
Angka melek huruf (literacy rate) di Indonesia relatif belum tinggi, yaitu di angka 92 persen. Sementara di negara maju seperti Jepang sudah mencapai 99 persen. Sebagian dari penduduk yang tidak memiliki kebiasaan membaca berpotensi mengurangi angka melek huruf.
Maka untuk menciptakan masyarakat yang memiliki kegemaran membaca, dibutuhkan suatu upaya dari pemerintah untuk membuat program yang terarah dan berkelanjutan agar warga mengerti arti penting perpustakaan dan membaca bagi kehidupan. Melalui promosi kegemaran membaca yang menarik dan komunikatif diharapkan akan terbangun masyarakat yang cerdas dan inovatif.
Pada era digital seperti saat ini, perpustakaan nasional hadir dalam layanan perpustakaan digital melalui fitur iPusnas yang diakses melalui multi operating system dan multi device melalui smartphone.
Aplikasi perpustakaan digital ini menggabungkan fitur membaca buku digital dan berinteraksi melalui media sosial. Di mana saat ini koleksi iPusnas sebanyak 12.526 judul dengan 125.260 eksemplar.
Jumlah koleksi yang diunduh sebanyak 22.352 item dengan jumlah pustaka aktif sebanyak 18.555 orang dan total sirkulasi buku yang dipinjam sebanyak 8,812 eBook dan buku yang dientry sebanyak 4.148 copy e-Book.
Selain iPusnas, Perpustakaan Nasional juga menyediakan akses jurnal sebanyak 754.528 e-jurnal; 1,6 juta artikel ilmiah; dan e-book sebanyak 21.504 ekasmplar. Juga ada one search sebuah layanan yang memungkinkan akses kepada 529 perpustakaan di Indonesia. (ili/r7/iil/JPG)