UJI laboratorium terhadap vaksin palsu akhirnya selesai tadi malam. Dari hasil pengujian Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), ditemukan beragam jenis vaksin palsu di pasaran.
Namun, sampai tadi malam belum ditemukan bahan berbahaya di beragam jenis vaksin palsu tersebut.
Pelaksana tugas Kepala BPOM Bahdar Johan menuturkan, untuk sementara ditemukan dua sampel yang isinya berbeda dari yang ditulis di label. Ada yang vaksin tetanus dan diphteri tapi isinya vaksin hepatitis.
Lalu, ada pula yang dikemas sebagai vaksin tetanus namun isinya air. Sampel ini ditemukan di sarana kesehatan di Serang, Banten. ”Yang tidak sama dengan label, pasti palsu,” ujarnya di kantor BPOM kemarin, seperti dilansir JawaPos.com.
Selain itu, pihaknya juga berhasil mengidentifikasi vaksin oplosan. Vaksin diketahui mengandung isi sesuai label, namun konsentrasinya rendah. Untuk kasus ini, ditemukan di sarana berbeda dengan dua vaksin sebelumnya.
”Ada kemungkinan itu oplosan artinya 1 yang asli diencerkan jadi beberapa botol. Itu yang sedang kita dalami konsentrasi dan potensinya apa masih sama,” tuturnya.
Bahdar mengaku bersyukur, hingga saat ini tidak ada bahan berbahaya yang ditemukan dalam kandungan vaksin yang diperoleh dari sumber tidak resmi ini.
Meski begitu, dia menegaskan bahwa pengawasan hingga saat ini masih terus berlanjut di 32 provinsi di Indonesia sesuai dengan cakupan pengawasan Balai Besar/Balai POM.
Sementara itu, Ahli Farmasi Universitas Indonesia (UI) Sutriyo mengatakan, pengecekan kandungan vaksin memang tak bisa dilakukan secara sederhana. Pasalnya, vaksin sendiri dibuat dengan kandungan bakteri atau virus yang telah dilemahkan. Dengan kondisi tersebut, pengujian kimia sederhana tak bisa dilakukan begitu saja.
“Kalau untuk pengujian kimia, mungkin hanya butuh beberapa jam saja. Tapi, ada organisme di dalam vaksin itu. Karena itu, butuh proses untuk mengidentifikasi apakah mikroba didalamnya benar. Untuk hal itu, pastinya butuh proses inkubasi yang butuh waktu beberapa hari,” jelasnya. (idr/mia/bil/kim/JPG)