CILEGON – Penanganan Covid-19 oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Cilegon menjadi sorotan. Warga menyoal kinerja yang telah dilakukan selama beberapa bulan terakhir.
Tak hanya soal upaya penanganan, data Covid-19 pun dianggap amburadul karena ditemukannya warga yang diumumkan positif Covid-19 oleh Gugus Tugas namun, dinyatakan kembali negatif setelah menjalani tes ulang.
Kondisi itu dialami oleh salah satu warga berinisial ER, warga Kebonsari, Kecamatan Citangkil. Ia sempat diumumkan positif Covid-19 oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Cilegon. Namun, ia menjadi korban kesalahan hasil tes polymerase chain reaction (PCR) yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Dharmais. Namun karena telah diumumkan hal itu dianggap sebagai preseden buruk.
Kemudian, puluhan tenaga kerja di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Cilegon dinyatakan positif Covid-19. Hal itu mengacu pada hasil swab laboraturium Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Namun, setelah kembali menjalani tes swab sebanyak dua kali di RSKM pada Senin (15/6) lalu, disebut-sebut hasil tes itu malah menunjukkan negatif.
Lagi-lagi, yang menjadi sorotan adalah sejumlah tenaga kerja yang didominasi oleh tenaga kesehatan itu telah diumumkan oleh Gugus Tugas sebagai masyarakat yang positif Covid-19.
Ketua Markas Daerah (Mada) Kota Cilegon Transportasi Pembela Merah Putih (TPMP) Jajat Sudrajat menuturkan, sebagai bagian dari elemen masyarakat, pihaknya menyayangkan kinerja Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Cilegon. Menurutnya, soal data dan upaya penanganan yang telah dilakukan selama ini mencerminkan kinerja Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Cilegon tidak maksimal.
“Jika kita bandingkan dengan anggaran yang telah disiapkan sampai puluhan miliar rupiah, ini tidak maksimal,” ujarnya, Kamis (18/6).
Kata Jajat, kesalahan data penderita Covid-19 itu membuat masyarakat kebingungan dan semakin khawatir. Bahkan yang paling dirugikan adalah masyarakat yang sudah tanggung diumumkan ke publik sebagai penderita Covid-19.
Kemudian, soal pemberian bantuan selama ini juga dianggapnya tidak merata sehingga menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat. Ia menyayangkan sikap pemerintah yang menggunakan data lama sebagai acuan pemberian bantuan sehingga banyak masyarakat yang seharusnya layak menerima justru tidak mendapatkan bantuan tersebut.
“Ada janda tua yang tidak terima bantuan di kampung saya, seharusnya pemerintah yang mendata itu,” ujarnya.
Ia menerima banyak keluhan dari masyarakat yang selama ini bekerja sebagai sopir angkutan umum yang tak kunjung mendapatkan bantuan hingga saat ini. “Kami berharap kritikan ini menjadi masukan pemerintah untuk bekerja lebih baik dalam menangani Covid-19 ini,” ujarnya.
Sementara itu, Plt Direktur RSUD Kota Cilegon Meisuri mengaku telah mendapatkan informasi jika tenaga kerja di RSUD Kota Cilegon dinyatakan negatif setelah mengulangi tes swab pada Senin (15/6) lalu. Namun ia mengaku belum menerima pemberitahuan itu secara resmi.
Soal hasil tes yang berubah-ubah, menurut Meisuri, bisa saja terjadi karena tidak ada jaminan hasil tersebut tidak berubah pada hari setelah tes swab dilakukan. “Enggak ada jaminan setiap orang yang di-swab terkonfirmasi negatif lusa menjadi positif atau sebaliknya, karena ini kan virus,” ujarnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Kota Cilegon mengaku belum mendapatkan informasi terkait hasil tes swab terhadap tenaga kesehatan di RSUD Kota Cilegon. Karena itu ia belum tahu jika terjadi perubahan hasil tes.
Sedangkan terkait penanganan Covid, sebelumnya, Aziz menjelaskan, pemerintah telah melakukan banyak hal, baik bersifat pencegahan maupun penanganan. Pencegahan berupa penyemprotan disinfektan, serta menyusun berbagai protokol di tempat publik seperti pasar, pusat perbelanjaan dan lain-lain.
Gugus Tugas dianggapnya secara terus menerus menyosialisasikan kepada masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan seperti menggunakan masker, mencuci tangan pakai sabun atau menggunakan hand sanitizer. (bam/alt)