Sebetulnya Parjo (45), nama samaran, terbilang beruntung memiliki istri yang begitu setia dan mapan seperti Mimin (42), bukan nama sebenarnya. Belum lagi Parjo juga menjadi menantu kesayangan mertua.
Namun, perjalanan rumah tangga Parjo tak semulus tubuh model ternama. Ya, Parjo yang memang menumpang kerja di toko mertua selalu ditindas kakak iparnya layaknya pekerja rendahan. Yassalam.
Kini, Parjo dihadapkan pada dua pilihan, apakah tetap bertahan atau memilih berhenti bekerja. Kita simak saja ceritanya, yuk!
Saat ditemui Radar Banten di Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Sabtu (8/2) siang, Parjo yang sedang duduk di musala SPBU itu bercerita kalau dia sedang dirundung masalah dengan keluarga mertua. Parjo mengaku tidak nyaman berada di rumah karena tinggal bersama keluarga istrinya.
Semua itu terpaksa karena dia mencari nafkah di rumah mertua, bekerja sebagai pelayan toko sembako milik keluarga Mimin. Parjo merasa tertekan dan tidak dihargai selama bekerja karena diperlakukan seperti orang lain sejak toko diurus kakak iparnya.
“Ceritanya saya itu sedang galau. Enggak tahu ini, kerjanya terus apa enggak. Toko dipegang kakak ipar tuh kacau, orangnya sengak,” kesalnya. Sabar, Kang.
Atas kondisi itu, sepertinya Parjo berencana pindah kerja dan mencari rumah kontrakan agar hidupnya bersama anak istri lebih tenang. Selama tiga tahun bekerja di toko, Parjo yang juga menumpang tinggal di rumah mertua sering disuruh-suruh kakak iparnya seperti pekerja lainnya. Bahkan, tak jarang Parjo dibentak setiap melakukan kesalahan atau istirahat terlalu lama.
“Padahal kan dari awal juga saya niatnya hanya ingin membantu karena kekurangan karyawan. Dulu waktu toko masih dipegang sama Abah (menyebut bapak mertua-red), nyaman. Ke saya baik banget,” kenangnya.
Pernah suatu hari Parjo izin tidak kerja karena ibunya sakit. Bukan hanya Parjo yang menjadi sasaran kemarahan kakak iparnya, tetapi istrinya juga. Beruntung Parjo mempunyai Mimin yang pengertian dan sering membelanya setiap ada masalah.
Padahal, kakak iparnya juga tahu kalau dulu waktu Parjo masih kerja di pabrik, mertuanya sering meminjam uang kepadanya untuk modal jualan. Bahkan, waktu itu Parjo dan Mimin belum berstatus suami istri.
“Saya pinjamin uang karena sudah akrab saja sama keluarga Mimin, enggak tahu bakal jadinya begini,” keluhnya.
Diceritakan Parjo kalau pertemuannya dengan Mimin di tempat kerja. Setahun mereka pacaran langsung menuju pelaminan. Kemudian Mimin berhenti bekerja karena ingin fokus mengurus anak. Seiring dengan waktu, toko keluarga Mimin semakin ramai sehingga Parjo juga diminta berhenti bekerja di pabrik agar dapat membantu mertuanya mengurus toko.
Awalnya Parjo menikmati bekerja di toko mertua. Selain tidak memerlukan ongkos, penghasilannya juga lumayan. “Waktu itu saya sangat dimanja mertua. Istilahnya, kalau yang lain datang subuh buka toko, saya bisa datang jam delapan, pulang bisa duluan,” ujarnya. Nah itu, kalau leha-leha sekarang kena karmanya tuh.
Baru dua tahun bekerja, Parjo bahkan sudah bisa membeli motor baru. Namun, semua berubah ketika mertuanya sakit. Toko pun dikendalikan oleh kakak iparnya, sebut saja Udin. Padahal, tidak pernah sekali pun Udin mau membantu menjaga toko dulu. “Kakak ipar tuh kerjaannya cuma duduk, beresin duit, habis itu pergi foya-foya. Beda sama istri saya, baik dan perhatian,” pujinya.
Sejak itulah, suasana tidak nyaman dirasakan Parjo saat bekerja di toko. Saat ini Parjo masih bertahan karena belum mempunyai penggantinya mencari nafkah, selain merasa tidak enak terhadap mertuanya.
“Paling sekarang bertahan dululah sampai tiga tahun ke depan. Rencananya sih pengin buka toko sendiri, semoga bisa,” harapnya. Amin. (mg06/zai/ira)