SERANG – Mantan ketua Yayasan Badan Pengelola Kesejahteraan (Bapelkes) Krakatau Steel (KS) Herman Husodo berniat mengajukan banding. Herman berniat banding usai divonis sepuluh tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang, Jumat (26/7).
“Kemarin kami pikir-pikir. Tetapi, setelah berdiskusi dengan Pak Herman, kesimpulannya kami akan banding. Hanya saja, tinggal tunggu salinan putusan,” kata kuasa hukum Herman Husodo, Nasrullah kepada Radar Banten, Minggu (28/7).
Herman Husodo divonis sepuluh tahun penjara atas perkara korupsi dana Program Kesehatan Pensiunan (Prokespen) PT KS tahun 2013-2014. Selain pidana penjara, Herman dijatuhi denda Rp250 juta subsider empat bulan kurungan dan uang pengganti Rp30 juta subsider satu tahun penjara.
Perkara itu diputus dengan dissenting opinion (pendapat berbeda) dari anggota majelis hakim. Ketua majelis hakim Hosianna Mariani Sidabalok dan hakim anggota Paris Edward Nadeak berpendapat bahwa Herman Husodo bersalah melanggar dakwaan subsider Pasal 3 jo UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 66 ayat (1) KUH Pidana. Sementara, hakim anggota Novalinda Arianti berpendapat sama dengan jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Banten.
Novalinda menilai Herman Husodo terlebih memenuhi unsur Pasal 2 ayat (1) jo UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 66 ayat (1) KUH Pidana sebagaimana dakwaan primer. “Salah satu alasan (banding-red), dakwaan primer tidak terbukti karena unsur setiap orang tidak terpenuhi. Tetapi, saat susbider, unsur setiap orang malah terbukti. Saya lihat majelis hakim agak ragu,” kata Nasrullah.
Sementara, Kepala Seksi Penuntutan (Kasi Tut) Kejati Banten Eka Nugraha mengaku masih menunggu salinan putusan majelis hakim sebelum mengambil langkah hukum. “Masih pikir-pikir dulu. Kita pelajari (putusan-red), baru bisa bersikap,” kata Eka.
Diketahui, Herman dan manajer investasi Bapelkes KS Triono, Jumat (26/7), divonis berbeda di Pengadilan Tipikor Serang. Dalam persidangan terpisah, Triono divonis 13 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan. Triono juga wajib membayar uang pengganti Rp100 juta subsider satu tahun penjara.
Keduanya dinilai bersalah lantaran menjalin kerja sama operasi (KSO) dengan tiga perusahaan tanpa menggubris arahan pembina Bapelkes KS. Tiga perusahaan itu, yakni PT Novagro Indonesia (NI), PT Lintasan Global Nusantara (LGN), dan PT Bahari Megamas (BM). Sehingga, negara merugi Rp118,228 miliar lebih.
Sebelum menjalin KSO pada 2013-2014, urai Erlangga, Direktur Utama PT NI dan PT LGN Ryan Anthoni (terpidana sepuluh tahun penjara) bertemu Manajer Investasi Yayasan Bapelkes KS yang kala itu dijabat Arief Santosa, Juli 2012. Ryan Anthoni memberikan proposal penawaran kerja sama bidang batu bara kepada Arief Santosa, tetapi ditolak. Akhir 2012, Ryan Anthoni kembali menemui manajer investasi Yayasan Bapelkes KS yang telah dijabat Triono di kantor Yayasan Bapelkes KS.
Usai pertemuan itu, Ryan Anthoni bersama Direktur PT BM Andi Gouw, Edwin Gouw, dan Andi Arif mengajak Triono menghadiri presentasi Eka Wahyu Kasih selaku Direktur PT Kasih Industri Indonesia (KII) di kantor PT KII di Jakarta Barat. Disimpulkan, PT NI akan menanggung pembiayaan pembelian batu bara untuk ekspor ke China didasarkan kontrak kerja dengan PT KII.
Ryan Anthoni kemudian meminta kesediaan Triono melakukan KSO dengan perusahaannya. Tetapi, Triono meminta jaminan 100 persen dari dana yang dikerjasamakan. Hasil pertemuan itu oleh Triono dilaporkan kepada Herman Husodo. Tak lama, penawaran Ryan Anthoni disetujui dengan alasan PT NI telah mengeluarkan surat kredit berdokumen dalam negeri (SKBDN).
Pada 2013, PT NI membuat KSO dengan Bapelkes KS senilai Rp208 miliar lebih. Usai KSO ditandatangani, PT NI menerima kucuran dana. Dana yang diterima Ryan Anthoni seolah-olah digunakan untuk membeli batu bara dari PT Mutiara Fortuna Raya (MFR). Padahal, PT MFR adalah anak perusahan PT KII. PT MFR kemudian mentransfer dana tersebut ke rekening PT KII. Oleh PT KII, dana itu digunakan membeli batu bara dari PT Senamas Energindo Mineral (SEM).
Lalu, pada 2013, Herman Husodo menerbitkan surat pengakuan utang sebesar Rp34 miliar untuk PT LGN. Dana itu digunakan untuk pembelian kapal pengangkut batu bara. Sebagai imbalan, Ryan Anthoni memberikan sepuluh persen saham PT LGN kepada Triono dan Herman Husodo. Dijanjikan utang itu lunas selama 18 bulan dengan cara dicicil Rp2,4 miliar setiap bulan. Namun, PT LGN baru menyetorkan Rp6,6 miliar. Total kerugian dari KSO itu mencapai Rp118,228 miliar. KSO tersebut bertentangan dengan Surat Keputusan Pembina Yayasan Bapelkes KS Nomor: 14/P-BKS/Kpts/2012 tentang Arahan Investasi. (nda/ira)