LEBAK – Pimpinan sebuah pondok pesantren (ponpes) modern di Kecamatan Cikulur, Kabupaten Lebak, ditangkap dan ditahan penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Lebak. Lelaki berinisial HA itu disangka telah melakukan pelecehan seksual terhadap santriwati AW (14) selama 2016.
HA ditangkap, Senin (3/10) malam, berdasarkan laporan keluarga AW di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Satreskrim Polres Lebak pada sore di hari yang sama. Keluarga AW kemudian melakukan aksi unjuk rasa di depan ponpes yang dipimpin HA. Mereka menuntut kepolisian dan pemerintah daerah menindak HA yang dianggap telah melanggar norma agama dan norma hukum.
Senin malam, Kapolsek Cikulur Ajun Komisaris Polisi (AKP) Zaenudin membawa HA ke Mapolres Lebak. HA menjalani pemeriksaan hingga Selasa (4/10) dini hari. Penyidik UPPA juga memeriksa korban AW dan kakak kandungnya Abd. Usai diperiksa, HA langsung ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan di Mapolres Lebak.
“Semalam (Senin-red), tersangka sudah kami amankan. Dia langsung ditahan di tahanan Polres Lebak,” kata Kasatreskrim Polres Lebak AKP Zamrul, kemarin. Penahanan, lanjut Zamrul, untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan, mengingat puluhan warga melakukan aksi unjuk rasa di depan ponpes pada Senin sore.
Dugaan pelecehan seksual ini terjadi di kediaman HA. Modusnya, ungkap Zamrul, HA menyuruh AW membersihkan rumahnya ketika istri tersangka tidak berada di rumah. Rampung membersihkan rumah, AW diminta tersangka untuk memijat tubuhnya. Nah, di sela pijatan itu, korban dipaksa ‘memijat’ alat kelamin HA.
“Pelaku sudah mengakui perbuatannya. Dia mengaku khilaf,” ujar Zamrul seperti dilansir Radar Banten.
HA dijerat Pasal 76 huruf e jo Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pimpinan ponpes modern itu terancam hukuman 15 tahun penjara. “Masih proses (penyidikan-red) dan memeriksa saksi lain,” kata Zamrul.
HA tidak bisa dikonfirmasi oleh wartawan. Penyidik Polres Lebak tidak mengizinkan wartawan untuk mewawancarai tersangka. Alasannya, kasus yang menjerat HA melibatkan anak sebagai korban.
Kakak kandung korban, Abd, menyatakan bahwa kasus yang dituduhkan kepada HA itu telah meresahkan masyarakat Desa Anggalan. “Saya sudah laporkan kasus ini ke Polres Lebak. Saya juga sudah diperiksa sebagai saksi sampai jam tiga dini hari,” ujarnya.
Pelecehan seksual terhadap AW, sebut Abd, terakhir dialami pada 29 September 2016. Kasus ini membuat adik kandungnya trauma dan tidak mau sekolah lagi di madrasah tsanawiyah (MTs) di ponpes yang dipimpin HA.
“Keluarga sepakat untuk memindahkan sekolah AW. Saya harap pelaku dihukum berat. Dia semestinya memberikan suri teladan yang baik kepada masyarakat,” tukas Abd.
Aksi unjuk rasa di depan ponpes yang dipimpin HA diakui oleh Abd. Aksi itu, menurutnya, sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap HA. Tersangka bukan hanya pimpinan ponpes, tetapi juga seorang guru PNS di sekolah menengah atas (SMA) di Cikulur. “Kami hanya melakukan seruan moral. Kami minta HA segera ditangkap agar tidak meresahkan masyarakat,” terangnya. (Mastur)