Pemprov-Kejati Teken MoU Anti Korupsi
SERANG – Pejabat eselon III dan IV di lingkungan pemerintahan lebih rawan melakukan tindak pidana korupsi ketimbang pejabat di atasnya yakni eselon II. Hal itu terjadi karena eselon III dan IV lebih sering bertemu dengan pengusaha ketimbang eselon II.
Gubernur Banten Wahidin Halim mengatakan, para pejabat eselon III dan IV lebih rawan melakukan tindak pidana korupsi karena ingin kaya. “Syahwat harta, tahta, dan wanita,” ujar gubernur yang akrab disapa WH ini usai penandatanganan kesepakatan bersama antara Kejati Banten dengan Pemerintah Daerah Provinsi Banten dan perjanjian kerja sama antara Asisten Bidang Pengawasan Kejati Banten dengan Inspektur Daerah Provinsi Banten dan penandatangan kota kesepakatan antara Asisten Bidang Pengawasan Kejati Banten dengan Inspektur kabupaten/kota se-Provinsi Banten di gedung Pendopo Gubernur Banten, KP3B, Kamis (7/10).
Hal itu dikatakan WH dengan melihat kasus-kasus tindak pidana korupsi yang saat ini sedang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. “Motong-motong itu kan oknum eselon IV,” ujarnya.
Sementara, eselon II justru lebih hati-hati lantaran khawatir saat pensiun akan stroke. Untuk itu, orang nomor satu di Banten ini mengaku pihaknya melakukan kerja sama dengan Kejati untuk melakukan pencegahan tindak pidana korupsi yang dilakukan ASN. Kejati akan mengawal dari perencanaan sampai pelaksanaan. Bahkan, memberikan pembinaan dan pengawasan. “Bersinergi. Ini niat baik dan komitmen untuk melakukan upaya pencegahan,” terang WH.
Walaupun upaya pencegahan sudah dilakukan, tapi ia mengatakan, mungkin saja masih ada oknum-oknum yang melakukan tindak pidana korupsi. Namun, kasus korupsi yang terjadi saat ini menurun dibandingkan sebelumnya. “Dengan adanya penindakan dari aparat penegak hukum, saya senang karena pada takut,” tandas mantan Walikota Tangerang ini.
Makanya, Pemprov Banten juga didampingi KPK sejak awal untuk mencegah adanya tindak pidana korupsi.
Sementara itu, Kepala Kejati Banten Reda Manthovani mengatakan, eselon III dan IV memang rawan melakukan tindak pidana korupsi karena berhubungan langsung dengan pihak ketiga. “Bisa tergiur langsung,” ujarnya.
Para oknum pejabat itu bisa saja melibatkan pejabat di atasnya selama setor dan lapor. Namun, lanjutnya, para pejabat di atasnya lebih hebat karena interaksinya tipis lantaran pembuktian itu tidak hanya dengan fakta tapi juga niat apakah ada kemudahan yang diberikan kepada bawahannya.
Selain itu, ia menerangkan, dengan adanya kerja sama ini maka nanti ada komunikasi yang intens antara pemerintah daerah dengan Kejati. Bagi pihaknya, selain mencegah adanya tindak pidana korupsi, tapi juga Kejati dapat mengetahui informasi adanya jaksa-jaksa nakal seperti bermain perkara dan proyek. “Kita antisipasi supaya mencegah dari sudut kami juga,” tutur Reda. (nna/air)