SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Anggota DPRD Banten Muhsinin menyindir mantan Gubernur Banten Wahidin Halim terkait kasus korupsi hibah pondok pesantren (ponpes) tahun 2018 senilai Rp 66,280 miliar.
Menurut politisi dari Partai Golkar tersebut, kasus korupsi itu tidak akan muncul jika tidak disetujui oleh mantan Gubernur Banten Wahidin Halim alias WH.
“Itulah kekeliruan dari eksekutif yang memfasilitasi hibah ini,” ujar Muhsinin kepada RADARBANTEN.CO.ID, Rabu 25 Januari 2023.
Muhsinin mengungkapkan, pihak mengeluarkan kebijakan untuk alokasi hibah tersebut harus bertanggungjawab. Ia pun menyebut dengan lantang bahwa TAPD dan WH sebagai para pihak yang membahas dan menyetujui kebijakan pemberian hibah tersebut.
“Yang meng acc (setujui-red) harus bertanggungjawab, TAPD kalau di dinasnya Biro Kesra, terutama WH kan dia yang gubernur. Dalam kebijakan ini kan Biro Kesra tidak ada apa-apanya kalau tidak di acc dari WH,” ungkap Muhsinin.
Muhsini mengungkapkan dalam kasus korupsi tersebut terhadap kekeliruan hakim Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Banten harus bertanggungjawab atas kerugian negara dana hibah tahun 2018 senilai Rp 14,1 miliar. “Menurut saya itu keliru (putusan kasasi-red),” ujar Muhsinin.
Muhsinin mengatakan, FSPP Banten dalam penerimaan hibah tahun 2018 senilai Rp 66,280 miliar tersebut hanya sebagai fasilitator saja. Sedangkan hibah tersebut telah dialokasikan ke ribuan ponpes yang ada di Banten.
Muhsinin mengaku prihatin terhadap putusan kasasi tersebut. Ia menyayangkan MA menyatakan bahwa FSPP Banten harus bertanggungjawab atas uang yang tidak sedikit tersebut. “Prihatin saya kalau keputusannya begini, FSPP ini hanya sebagai yang memfasilitasi, dananya kan masuk ke ponpes bukan ke forumnya,” ungkap Muhsinin.
Muhsinin mengungkapkan, setelah membaca pemberitaan di media terkait putusan kasasi tersebut dia langsung menghubungi presidium FSPP Banten dan kuasa hukumnya untuk meminta tanggapan dan klarifikasi.
“Saya sudah konsultasi ke FSPP-nya, karena saya bagian dari FSPP. Saya sebagai perwakilan dari mereka, kalau ada kebijakan atau putusan yang tidak sesuai harus berani untuk mengkritisi,” kata pria asal Kramatwatu, Kabupaten Serang tersebut.
Sebelumnya MA, menyatakan FSPP Banten turut bertanggungjawab atas kasus korupsi hibah untuk pondok pesantren (ponpes) tahun 2018 senilai Rp 66,280 miliar. Hal tersebut terungkap dalam putusan kasasi terhadap mantan Kepala Biro Kesra Provinsi Banten Irvan Santoso.
Berdasarkan putusan kasasi yang diputuskan pada Kamis 13 Oktober 2022, Ketua Majelis Hakim Kasasi Suhadi menyatakan FSPP Banten harus bertanggungjawab atas kerugian negara sebesar Rp 14,1 millar.
“Kerugian keuangan negara dalam pemberian hibah TA (tahun anggaran-red) 2018 adalah sejumlah Rp14,1 miliar menjadi beban dan tanggungjawab FSPP dalam pengembalian,” kata Suhadi dalam amar putusan kasasi dikutip RADARBANTEN.CO.ID, Selasa 24 Januari 2023.
Dalam rinciannya putusan kasasi tersebut, hakim menyatakan bahwa terdapat hibah uang untuk FSPP Banten yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp 2,8 miliar. Sedangkan sisanya berupa hibah uang kepada 563 ponpes sebesar Rp 11,260 miliar.
“Bantuan hibah uang TA 2018 yaitu uang yang seharusnya tidak diterima FSPP sejumlah Rp 2,840 miliar ditambah dengan pemberian hibah uang kepada 563 ponpes yang tidak dapat dipertanggungjawabkan FSPP sejumlah Rp 11,260 miliar,” kata Suhadi.
Sementara terkait dengan hibah ponpes tahun 2020 sebesar Rp117, 780 miliar, Suhadi menyatakan kerugian negara sebesar Rp 5,256 miliar menjadi tanggungjawab dari Tb Asep Subhi sebagai pimpinan dan 172 ponpes.
“172 pondok pesantren telah menerima hibah tahun 2020 yang tidak memenuhi syarat tidak tercatat dalam Database EMIS Kanwil Kemenag Banten dan tidak memiliki ijin operasional Kementerian Agama,” ungkap Suhadi.
Dalam amar putusan tersebut, MA berpendapat bahwa alasan kasasi penuntut umum dan terdakwa Irvan Santoso tidak dapat dibenarkan karena hakim tidak salah menerapkan hukum.
Berdasarkan saksi, ahli, para terdakwa di persidangan diperoleh fakta bahwa Irvan Santoso selaku Kepala Biro Kesra dan terdakwa II Toton Suriawinata sebagai Ketua Tim Evaluasi dalam kegiatan hibah ke FSPP tahun 2018 dan 2020 ke ponpes tidak melaksanakan tugas sebagaimana kewenangan.
“Tidak melakukan evaluasi terhadap proposal permohonan hibah dari pondok pesantren, tidak melakukan survei ke lapangan tetapi menerima data dari FSPP,” ungkap Suhadi.
Data ponpes tersebut menurut hakim MA juga tidak akurat karena terdapat penerima hibah yang tidak ada di Aplikasi Data EMIS. Termasuk pesantren yang tidak memiliki Ijin Operasional (IJOP) Kementerian Agama. (*)
Reporter: Fahmi Sa’i
Editor : Ahmad Lutfi