SERANG – Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerapkan sistem full day school atau sekolah penuh dalam satu hari, bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Serang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Penyelenggaraan Wajib Belajar Madrasah Diniyah Awaliyah. Bahkan, Bupati Ratu Tatu Chasanah pun tidak sependapat dengan ide Mendikbud Muhadjir Effendy tersebut.
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Serang Sarjudin mengatakan, dalam perda tersebut siswa sekolah dasar (SD) diwajibkan mengikuti madrasah diniyah sebagai persyaratan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. “Saat anak lulus SD maka ke SMP harus ada sertifikat lulus madrasah diniyah,” ujar Sarjudin kepada Radar Banten, Minggu (14/8).
Kata Sarjudin, rencana Kemendikbud menerapkan sistem tersebut sulit dilaksanakan di Kabupaten Serang. Sebab, kegiatan belajar mengajar (KBM) madrasah diniyah (MD) dilakukan siang hingga sore setelah KBM di SD dilakukan. “Jadi, rencananya (program full day school-red) harus dikaji ulang,” katanya.
Selain itu, kata Sarjudin, rencana sekolah sehari penuh harus mempertimbangkan ketersediaan dan kemampuan guru. Jika diterapkan, akan menguras tenaga dan pikiran tenaga pengajar. Selain itu, juga harus melihat mental siswa dalam belajar. “Jika satu hari penuh belajar, khawatir sekolah jadi beban siswa,” katanya.
Kepala SDN 1 Petir Nana Juhana memastikan, rencana Kemendikbud menerapkan sekolah satu hari penuh banyak ditolak orangtua siswa. “Siswa SD kan masih harus diantar orangtuanya saat mereka ditinggal tidak mau masuk kelas. Rencana itu memang sudah banyak dibicarakan orangtua siswa,” katanya.
Kepala SMAN 1 Jawilan Rustomi Effendi menegaskan, saat ini sekolah sudah disibukkan dengan berbagai kegiatan tambahan dari KBM di kelas. Salah satunya pramuka. Yang perlu ditingkatkan saat ini bukan jam belajar siswa, melainkan kualitas pelaksanaan KBM. “Intinya rencana itu memang bagus meningkatkan belajar siswa,” katanya.
Menurutnya, tidak hanya bertentangan dengan Perda Nomor 1 Tahun 2006, juga akan menyita waktu ekstrakurikuler di sekolah. Dengan demikian, rencana itu juga sulit diterapkan lembaga pendidikan setingkat SMA dan SMP. “Jika satu hari penuh belajar di dalam kelas, tidak ada waktu untuk kegiatan ekstrakurikuler, tidak mungkin itu dihapuskan,” pangkasnya.
Bupati Ratu Tatu Chasanah juga belum sepakat dengan full day school. Sebab, di Kabupaten Serang punya kearifan lokal melalui Perda Nomor 1 Tahun 2006. “Aturan pemerintah pusat juga harus memperhatikan kearifan lokal di daerah. Jika full day school diberlakukan, harus termasuk pendidikan diniyah bagi siswa SD,” ujarnya.
Selain itu, kata Tatu, perlu sarana dan prasarana yang memadai untuk semua sekolah. “Tentu harus tempat istirahat bagi siswa, tempat bermain, dan makan minum untuk siswa. Kemampuan sekolah di kota dan di kampung berbeda. Sebaiknya rencana Kemendikbud dikaji ulang,” ujarnya. (Irfan M/Radar Banten)