Ijah (41), nama samaran, tidak pernah menyangka suaminya, sebut saja Udin (42), tega memfitnah memakan harta warisan orangtua hanya karena menolak menjual sawah untuk beli mobil. Ijah pun emosi dan mengusir Udin dari rumah, mereka pisah ranjang. Waduh.
Ditemui Radar Banten di salah satu kampung di Kecamatan Ciruas, Ijah tampak sibuk melayani pembeli di warung sembako. Ketika diajak mengobrol, Ijah bersikap ramah dan tak sungkan menceritakan masa lalunya.
Diceritakan Ijah, Udin bekerja sebagai karyawan pabrik di kawasan Modern Cikande. Rumah tangga mereka dulu bahagia. Selain karena ekonomi tercukupi, Udin juga lelaki romantis. Ijah pun yang hanya sibuk mengurus rumah, pandai menjaga bentuk tubuh agar selalu terlihat menggoda.
Namun, meski kenikmatan rumah tangga mereka sudah sangat sempurna, ada satu keinginan Udin dan Ijah yang belum terpenuhi, yakni memiliki mobil pribadi. “Dia ambisius banget pengin beli mobil, tapi kalau ngandelin gaji dia, ya enggak cukup,” kata Ijah.
Kata Ijah, waktu itu suaminya sempat menyinggung soal harta warisan orangtua Ijah. Tapi, Ijah tidak pernah mau menanggapi obrolan itu. Karena Ijah sebagai anak tertua, sudah berjanji pada ibunya akan menggunakan harta warisan untuk kebutuhan dan pendidikan tiga adiknya.
Ijah bercerita, perjumpaannya dengan Udin bermula saat Ijah bekerja di pabrik. Keduanya bekerja di satu perusahaan yang sama. Udin yang warga asli Kecamatan Cikande, waktu itu sering melihat Ijah diantar bapaknya kerja jika masuk sif malam.
Hingga suatu hari, Udin memesan kopi di warung dan diajak mengobrol bapaknya Ijah. Dari obrolan singkat itu, Udin pun dikenalkan dengan Ijah. “Karena masih baru, jadi bapak pengin saya ada temannya yang orang Cikande asli,” kata Ijah.
Tidak disangka, perkenalan itu juga yang mengantarkan hubungan mereka ke pelaminan. Setiap pulang kerja dijemput dan terkadang diantar sampai rumah, Udin pun jatuh cinta pada Ijah. Setahun menjalin kedekatan, mereka sepakat menuju pernikahan.
Mengawali rumah tangga, Udin dan Ijah bahagia. Mereka langsung membangun rumah pribadi di tanah milik keluarga istri. Namun, kebahagiaan keduanya tak berlangsung lama, setahun kemudian ayah Ijah meninggal dunia saat Ijah mengandung anak pertama.
Seiring berjalannya hari, hubungan keduanya semakin kehilangan keharmonisan. Udin yang beberapa kali menganggur karena habis kontrak, sempat membuat ekonomi rumah tangga mereka kesulitan. “Tapi karena Kang Udin orang asli Cikande, jadi dimudahkan pas melamar di perusahaan lain,” katanya.
Lima tahun kemudian, giliran ibunda Ijah meninggal dunia. Ijah pun mengemban amanah untuk menjaga adik-adiknya yang masih sekolah dan ada juga yang sebentar lagi akan menikah. “Alhamdulillah satu sudah nikah, tinggal dua lagi masih sekolah,” katanya.
Sebulan setelah kepergian ibunda, Ijah dibuat jengkel dengan permintaan Udin yang meminta menjual sawah untuk membeli mobil. Ijah menolak, keributan pun tidak dapat dihindari. “Karena kesal, saya usir dia. Niatnya mah cuma minta dia pergi dan bisa balik lagi, eh ternyata dia marah benaran dan enggak balik-balik lagi,” katanya.
Sejak itu Ijah dan Udin pisah ranjang. Meski belum ada kata cerai yang terucap dari kedua mulut mereka, tetapi Ijah sudah menganggap hidup sebagai janda. “Kadang suka kesepian sih, tapi biarlah. Saya mah fokus ngurus anak dan adik-adik saja,” katanya.
Tapi, dua bulan kemudian Udin pun balik lagi dan meminta maaf kepada istrinya.
Ya ampun, sabar ya Teh Ijah. Semoga bisa kebeli mobil biar makin langgeng. Amin. (mg06/zee/ira)