SERANG – Gunung Santri di Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, tidak lepas dari aksi pengerukan. Padahal, di atas Gunung Santri ada tiga makam ulama penyebar Islam di tanah Jawa. Mereka adalah Syekh Muhammad Sholeh bin Abdurrohman, Syekh Maulana Malik Isroil bin Abul Hasan Asy Syadzili, dan Maulana Muhammad Ali Akbar.
Selain Gunung Santri, gunung lainnya yang juga dikeruk adalah Gunung Lempuyang. Di Lempuyang, pengerukan sudah dilakukan sejak setahun lalu. Hingga kemarin, aktivitas pengerukan masih berlangsung. Mesin tambang dan kendaraan besar masih melakukan aktivitas di bawah kaki Gunung Lempuyang.
Pantauan Radar Banten, Senin (26/8), di kaki Gunung Santri masih terlihat bekas pengerukan alat berat. Namun, di lokasi sudah tidak ada aktivitas pengerukan. Sementara, di Gunung Lempuyang aktivitas pertambangan masih terlihat.
Aktivitas pengerukan dan pertambangan di dua gunung tersebut mendapatkan penolakan dari warga setempat. Warga menilai aktivitas pengerukan dapat mengancam cagar budaya di dua gunung itu dan merusak lingkungan sekitar.
Warga Bojonegara, Hilmi mengatakan, pengerukan di kaki Gunung Santri dilakukan tiga atau empat hari yang lalu. Warga sangat terkejut menemukan ada aktivitas pengerukan. Sebab, selama ini Gunung Santri kerap didatangi para peziarah dari berbagai daerah untuk ziarah ke ketiga makam di atas Gunung Santri. Akhirnya, aktivitas pengerukan dihentikan akibat desakan dari warga.
“Ini yang mengeruk dari perorangan, kami belum tahu pasti siapa orangnya,” katanya saat mengantar Radar Banten ke lokasi pengerukan.
Sementara, aktivitas pertambangan di Gunung Lempuyang sudah dilakukan sejak satu tahun lalu. Di kaki gunung itu, dilakukan penambangan besar-besaran oleh PT Waskita Beton Precast. “Ini sudah ada satu tahun lalu, pernah berhenti karena didemo sama warga, kemudian sekarang beraktivitas lagi,” ujarnya.
Dikatakan Hilmi, dua gunung tersebut merupakan cagar budaya. Karena, di puncaknya terdapat makam keramat, yakni ulama Banten sebelum masa kesultanan. Di Gunung Santri, terdapat makam Syekh Muhammad Soleh, sementara di Gunung Lempuyang terdapat makam Buyut Agung.
Menurut Hilmi, pengerukan dan penambangan di dua gunung itu seharusnya tidak pernah terjadi karena kedua gunung itu merupakan cagar budaya yang harus dilindungi. “Di atasnya ada makam keramat, tapi di kaki gunungnya malah dikeruk,” ucapnya.
Sementara itu, di hari yang sama pukul 14.00 WIB, ratusan warga memadati Balai Desa Bojonegara. Mereka melakukan audiensi bersama pejabat Desa Bojonegara perihal pengerukan di kaki Gunung Santri. Sebelumnya, audiensi itu diumumkan melalui pengeras suara di salah satu masjid di Kampung Beji, Desa Bojonegara.
Soal pengerukan kaki Gunung Santri itu tampaknya sudah menyebar di masyarakat sekitar. Ketua RT 02 Desa Bojonegara Fauzi mengatakan, masyarakat kompak menolak aktivitas pengerukan di dua gunung itu. “Kami jelas-jelas menolak, datang ramai-ramai ke sini (balai desa-red) untuk menolak pengerukan itu,” katanya.
Menurut Fauzi, aktivitas pengerukan di kaki Gunung Santri itu akan berdampak pada lingkungan dan cagar budaya Gunung Santri. Karena, di puncak Gunung Santri ada makam ulama besar yang sangat dihormati oleh masyarakat setempat. “Itu ada situs cagar budaya di atasnya, kita juga khawatir terjadi erosi jika dilakukan pengerukan di bawahnya,” ujarnya.
Sementara itu, Penjabat Sementara (Pjs) Kepala Desa Bojonegara Asep Sofatullah mengatakan, pengerukan Gunung Santri diduga dilakukan oleh mantan kepala Desa Bojonegara bernama Ahmad Munji. Pengerukan dilakukan dengan alasan ingin membangun rumah di atas tanah pribadi. “Kita sudah sampaikan pengerukan untuk dihentikan dulu karena masyarakat khawatir terjadi longsoran di Gunung Santri,” katanya.
Asep mengatakan, pada audiensi tersebut Ahmad Munji sudah diundang untuk menjelaskan perihal aktivitas pengerukan di kaki Gunung Santri kepada masyarakat. Namun, Munji tidak mengindahkan undangan tersebut. “Sementara ini kami masih menerima keluhan dari masyarakat terkait pengerukan tersebut,” ujarnya.
Dikatakan Asep, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten Serang terkait aktivitas pengerukan. “Kita akan koordinasikan terkait dengan aturan pembangunan dan penjagaan situs Gunung Santri, meskipun itu statusnya tanah milik pribadi,” ucapnya. (jek/alt/ira)