SERANG – Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) Provinsi Banten meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meninjau ulang Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen terkait definisi dan kriteria guru PAUD. Hal itu lantaran, guru PAUD nonformal tidak dianggap sebagai guru dalam undang-undang tersebut.
Menurut Ketua Himpaudi Provinsi Banten Adde Rosi Khoerunnisa, berdasarkan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bahwa PAUD merupakan pendidikan untuk anak-anak berusia 0-6 tahun. Satuan pendidikannya terdiri dari formal dan nonformal. PAUD formal berbentuk taman kanak-kanak (TK) dan raudhatul athfal (RA). Sementara definisi PAUD nonformal adalah kelompok belajar, tempat penitipan anak, dan satuan PAUD sejenis seperti Sekolah Minggu.
“Namun Undang-Undang Guru dan Dosen hanya mengakui status guru bagi para pengajar di PAUD formal (TK dan RA). Sebaliknya, para pengajar di PAUD nonformal tidak dianggap sebagai guru,” kata Adde Rosi kepada Radar Banten, Senin (18/3.
Wakil Ketua DPRD Banten ini menegaskan, dari segi kompetensi baik guru PAUD formal dan nonformal adalah setara. Kedua jenis guru sama-sama mengikuti diklat berjenjang untuk meningkatkan kompetensi, tetapi guru nonformal tidak diberi tunjangan sertifikasi.
“Hanya guru PAUD formal yang mendapat tunjangan profesi dan tunjangan sertifikasi. Sementara guru PAUD nonformal hanya tunjangan profesi,” ungkapnya.
Berdasarkan data Himpaudi Banten, saat ini tercatat ada 14.838 guru PAUD nonformal di Banten, yang tersebar lebih dari 10 ribu lembaga PAUD di delapan kabupaten kota. Selama ini, kata Adde Rosi, Himpaudi Banten mendorong lembaga PAUD berakreditasi sehingga memiliki kualitas dan mutu pendidikan usia dini. Hingga 2018, sudah ada 1.200 lembaga PAUD yang terakreditasi di Banten.
“Meskipun guru PAUD nonformal tidak dianggap sebagai guru namun, kami komitmen meningkat kualitas mereka. Makanya tenaga kependidikan PAUD nonformal juga harus memiliki jiwa kewirausahaan secara mandiri agar mereka memiliki penghasilan untuk kebutuhan sehari-hari. Sebab tunjangan guru PAUD nonformal hanya mengandalkan insentif pemerintah daerah,” katanya.
Guru PAUD nonformal, lanjut Adde Rosi, hanya mendapatkan dana insentif dari masing-masing kabupaten kota. Bantuan dana insentif itu sifatnya tidak dipaksakan karena disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. “Meskipun insentif guru PAUD nonformal itu sudah diatur melalui peraturan pemerintah (PP), terkait standar pelayanan minimal (SPM) lembaga PAUD. Namun tanpa tunjangan sertifikasi, insentifnya tidak seberapa,” ungkapnya.
Terkait uji materi UU Guru dan Dosen di MK, Adde Rosi memastikan Himpaudi Banten ikut mengawal di MK bersama Himpaudi Pusat. “Minggu kemarin ratusan guru PAUD dari Banten berangkat ke MK untuk support terkait revisi UU Guru dan Dosen. Sidang MK akan dilanjutkan Rabu (20/3), kami siap mengawal kembali ke MK,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Himpaudi Netti Herawati menegaskan, revisi UU Guru dan Dosen merupakan perjuangan guru pendidikan anak usia dini dari lembaga nonformal untuk meminta kesetaraan hak terkait berbagai tunjangan serta kesempatan pengembangan kompetensi dari pemerintah. “Makanya kami meminta MK meninjau ulang UU Guru dan Dosen, kami juga dibantu kuasa hukum Yusril Ihza Mahendra dan tim,” katanya
Netti menegaskan, Himpaudi memohon pada MK agar aturan mengenai pemberian tunjangan sertifikasi dan
pelatihan di UU Guru dan Dosen meliputi guru PAUD nonformal. Jangan ada diskriminasi hanya karena perbedaan tempat mengajar. “Diskriminasi mempengaruhi psikologis guru dan berisiko berimbas kepada mutu pengajaran yang diberikan,” katanya. (Deni S)