SERANG – Mantan Kepala Biro Kesra Provinsi Banten Irvan Santoso menuding tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) mengetahui bahwa alokasi hibah untuk pondok pesantren menyalahi aturan. Kendati menyalahi aturan, tapi alokasi hibah tersebut tetap diproses hingga dicairkan.
Hal tersebut diungkapkan Irvan saat sidang kasus dugaan korupsi hibah ponpes dan FSPP tahun 2018 dan 2020 senilai Rp183 miliar dengan agenda saksi di Pengadilan Tipikor Serang, Senin (4/10). Sidang menghadirkan Sekretaris Daerah (Sekda) Banten Al Muktabar.
Muktabar dihadirkan JPU sebagai saksi dalam perkara alokasi hibah 2020. Ia tidak dilibatkan dalam alokasi hibah 2018 karena pria kelahiran 12 Juni 1965 Tanah Abang, DKI Jakarta itu mulai menjabat sebagai Sekda Banten pada Mei 2019. “Semua itu teman TAPD tahu bahwa proses ini tidak benar, mulai perencanaan anggaran sampai pencairan,” ungkap Irvan menanggapi keterangan Muktabar.
Irvan meminta kepada Muktabar untuk terbuka dalam persoalan hibah 2020. Sebab, ia menanggap ada yang ditutupi Muktabar dalam persidangan. Irvan menganggap alokasi hibah untuk tiga ribu lebih itu dipaksakan. Oleh karena itu, ia meminta agar Muktabar menyebutkan nama orang memaksakan hibah itu dialokasikan.
“Saudara saksi (Muktabar-red) harus diungkapkan di sini (persoalan hibah-red), saudara saksi harus mengungkap siapa yang memaksa (mengalokasikan hibah-red)? Saya mengingatkan saudara saksi bahwa saudara sudah disumpah Alquran,” ungkap Irvan dalam sidang yang dipimpin majelis hakim Slamet Widodo.
Diakui Irvan, sampai batas waktu yang telah ditetapkan, pihak ponpes tidak satupun mengajukan proposal. Tidak adanya proposal yang masuk itu telah disampaikan Irvan kepada Muktabar. “Kami telah melaporkan kepada saudara saksi (Muktabar-red) bahwa tidak ada satupun proposal yang masuk dari ponpes, tidak ada satupun ponpes yang menginput sistem e-hibah kami sudah laporkan, tapi saksi lupa (pengakuan Muktabar disidang-red). Tidak apa-apa (alasan lupa-red) itu tanggungjawab saksi dengan sumpahnya,” kata Irvan.