Setelah membayar sewa perusahaan, kedua tersangka membuat kontrak. Hasil pemeriksaan penyidik, perusahaan yang ditunjuk melaksanakan pekerjaan tersebut tidak pernah membuat FS. “Akan tetapi langsung dikerjakan sendiri oleh tersangka AS (Agus Aprianto-red) dan melaporkannya kepada tersangka J (Joko Waluyo-red) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK-red),” kata Ivan.
Dari hasil perhitungan penyidik, kerugian negara dari proyek tersebut sebesar Rp697,075 juta. “Adapun kerugian negara yang timbul dari tindak pidana korupsi tersebut sesuai dengan hitungan penyidik adalah total loss atau sebesar anggaran yang dicairkan yaitu Rp 697.075.972,” kata Ivan.
Kejati Banten, sambung Ivan, memberikan atensi lebih dalam pengusutan perkara tersebut. Sebab, hasil dari kegiatan studi kelayakan sangat menentukan dalam pengambilan keputusan untuk memilih lahan yang benar-benar layak untuk dijadikan sekolah.
“Sehingga diharapkan pengadaan lahan ke depannya tidak bermasalah baik secara hukum maupun sosial sehingga tidak terulang kembali pengadaan tanah atau lahan yang bermasalah, seperti contohnya pengadaan Lahan SMKN 7 di Tangerang Selatan,” kata Ivan.
Sebelumnya, Kasi Penyidikan Kejati Banten Hendro mengatakan, Joko memerintahkan Agus untuk mengerjakan proyek studi kelayakan. Ia membantah, pemilik delapan perusahaan konsultan yang dilibatkan bekerjasama dengan kedua tersangka. “Perusahaan ini tidak tahu ketika company profile yang diminta AS (Agus-red) digunakan untuk ini (proyek studi kelayakan-red),” kata Hendro.
Dijelaskan Hendro, agar terhindar dari lelang, proyek tersebut dipecah menjadi delapan paket masing-masing bernilai Rp100 juta. “Menghindari lelang sehingga dipecah (proyek-red). Besarannya bervariasi mulai Rp96 juta, Rp97 juta. Sehingga kalau diakumulasikan nilainya Rp697,075 juta. Kontraknya ini direkayasa,” kata Hendro.