Lingkungan RT 03, RW 02, Kelurahan Koangjaya, Kecamatan Karawaci banyak dijumpai perajin tempe premium. Juga, camilan berbahan dasar tempe. Tak heran, jika wilayah tersebut dinamai Kampung Tempe.
HAIRUL ALWAN – Karawaci
MULAI diinisiasi 1 Maret lalu, Kampung Tempe di Kelurahan Koangjaya, Kecamatan Karawaci terus berbenah. Mulai dari penghijauan lingkungan, hingga membuat inovasi olahan tempe terus dilakukan warga sekitar.
Memasuki kawasan Kampung Tempe, pengunjung harus melalui gang dengan lebar jalan sekira dua meter dengan tembok-tembok yang dicat warna-warna cerah. Di tembok tersebut tergantung berbagai pohon-pohon sebagai bentuk penghijauan lingkungan yang dibuat dari botol-botol plastik bekas.
Jumlah kepala keluarga (KK) di RW 02 ada sekira 60 KK. Dan, 33 KK di antaranya berprofesi sebagai perajin tempe. ”Kampung tempe baru kami daftarkan menjadi kampung tematik, saat ini kami masih melakukan penghijaun lingkungan, pembentukan kader cilik dan membuat kreasi olahan tempe,” kata Achmad Fauzan, Ketua Pemuda Kelurahan Koangjaya sekaligus inisiator Kampung Tempe kepada Radar Banten, Minggu (21/4).
Menurutnya, warga sudah memproduksi tempe sejak puluhan tahun lalu. Namun, hanya sebatas memproduksi olahan tempe biasa. Puluhan perajin tempe sudah mempunyai pangsa pasar sendiri dengan penghasilan beragam. ”Ada yang sehari menghabiskan 1 kuintal (100 kilogram) kedelai hingga 4 ton (4000 kilogram). Untuk omzet mereka, bisa mencapai Rp1-4 juta per hari,” ungkap pria kelahiran 1994 itu.
Fauzan berharap, Kampung Tempe menjadi salah satu kampung tematik yang mandiri. Pada 12-14 April lalu, warga sekitar diberi pelatihan oleh Koperasi Kecamatan Karawaci untuk membuat makanan olahan tempe. ”Kami dibina untuk membuat olahan tempe seperti keripik tempe, tempe oreg sambal balado, susu kacang kedelai, sari kacang kedelai rasa stroberi, coklat dan berbagai rasa lainnya,” jelasnya.
Dengan dibentuknya Kampung Tempe, ia ingin wilayah tersebut menjadi sentra oleh-oleh khas tempe di Kota Tangerang. Tak hanya camilan tempe, ia juga bahkan menginisiasi pembuatan tempe premium yang berbeda dari tempe-tempe di tempat lain. ”Jadi tempe premium itu kedelainya lebih banyak dan padat, raginya sedikit. Kalau digoreng tidak menghabiskan banyak minyak dan lebih renyah dan tahan lama keringnya,” tuturnya.
Saat ini, tempe premium memang belum diproduksi massal. Namun, jika ada tamu yang berkunjung ke Kampung Tempe ia lebih memprioritaskan untuk mengenalkan tempe premium. ”Selain tempe premium, kami juga memproduksi tempe sesuai dengan peruntukannya misalnya untuk buat mendoan, bacem dan tempe-tempe dengan bentuk segitiga, oval, bulat serta bentuk lain yang di-request pembeli,” ujarnya.
Tak hanya fokus pada pengolahan tempe saja, Fauzan juga terus membenahi lingkungan tersebut agar lebih asri. ”Saya suka mengajak ibu-ibu dan anak-anak untuk memanfaatkan barang tidak terpakai, botol bekas untuk dijadikan media tanaman yang ditempel di tembok. Kami buat vertical garden, flying garden,” urainya.
Lebih lanjut, Fauzan juga berupaya mengurangi limbah tempe yang membuat lingkungan sekitar kurang bersih. Ia sedang menginisiasi agar limbah tempe dijadikan biogas yang hasilnya bisa digunakan warga sekitar. ”Ini baru kami wacanakan, semoga ke depan bisa berhasil,” pungkasnya.
Lurah Koangjaya Sarip Ubaidilah menyambut baik harapan perajin tempe. Dia mengatakan, lingkungan yang notabene merupakan para perajin tempe akan disulap menjadi Kampung Tempe sesuai dengan program yang dicanangkan Walikota Tangerang Arief R Wismansyah yakni Kampung Kita. ”Jadi alhamdulillah lewat program dari Walikota mereka antusias, mereka ingin dikembangkan usahanya,” ucapnya. (*)