Jojo (49), nama samaran, ialah seorang pekerja keras. Setiap hari banting tulang sebagai kuli bangunan, ia berjuang mencari nafkah untuk kedua anaknya. Anehnya, setiap ada wanita lewat, teman-teman rekan sekerja pasti meledek Jojo. Ternyata, mereka berusaha menjodohkan lantaran sudah lama Jojo hidup sendiri. Waduh, memang benar, Kang?
“Iya, Kang. Sudah lama sih cerai. Sekarang hidup sama dua anak yang masih pada sekolah. Tinggal mereka berdua yang saya punya,” aku Jojo kepada Radar Banten.
Sikapnya yang pendiam, tapi tetap ramah, membuatnya punya banyak teman. Berbadan kekar dengan sedikit jenggot di dagu, ia mengaku, sang mantan istri bernama Kunah (48), bukan nama sebenarnya. Katanya, semenjak bercerai, Jojo seperti orang yang tak bisa mengurus diri. Aih, kok begitu, Kang?
“Ya bagaimana, kedua anak saya cowok semua. Setiap hari kerja dari pagi sampai sore. Kadang baju juga enggak salin tiga hari,” ungkapnya. Oalah, jorok amat sih, Kang.
Meski kadang sering menyempatkan waktu beres-beres rumah, serta mengurus urusan yang seharusnya dilakukan wanita. Apalah daya, ketika rasa malas itu datang, jadilah rumah acak-acakan. Kedua anaknya pun sering hidup di luar. Sekolah pagi dilanjut pulang sampai malam, Jojo benar-benar menikmati kesendirian.
Jojo pun bercerita, peristiwa menegangkan itu terjadi saat ia berusia 31 tahun dan Kunah 30 tahun. Katanya, tak pernah terpikirkan dalam benaknya akan mengalami kandasnya rumah tangga bersama Kunah. Soalnya, jika mengingat masa lalu, Jojo mengaku, Kunah ialah wanita yang sangat ia cinta. Widih.
“Ya dia juga dulu mah sayang banget sama saya. Namanya masa muda, waktu itu saya lagi kaya, tapi semua berubah pas bapak saya meninggal,” tandasnya.
Jojo mengangkat wajah, matanya menatap ke langit-langit bangunan. Di waktu yang sama, ia berkata kalau ia rindu pada masa-masa indah kenangan bersama Kunah. Katanya, sewaktu muda, Kunah adalah gadis primadona di kampungnya. Ya, hampir semua laki-laki mengejar untuk meminangnya.
Memiliki paras cantik dengan penampilan menarik, Kunah membuat Jojo jatuh cinta. Tak hanya itu, pada zamannya, Kunah satu-satunya wanita di kampung, yang sering pergi ke Jakarta. Membeli barang-barang mewah dan pakaian bagus, ia membuat banyak teman seusia terkagum-kagum.
“Ya dia dulu bapaknya kayak mandor di Pasar Senen gitu, Kang. Kalau lagi liburan, pasti diajak ke Dufan, Monas, banyaklah. Pulang bawa banyak oleh-oleh,” ungkapnya.
Tak jauh berbeda dengan Kunah, Jojo juga mengaku, sewaktu muda memiliki kehidupan bak anak raja. Sang ayah yang punya sawah berhektare-hektare, memiliki kekayaan dan banyak orang menaruh hormat padanya. Namun, sayang seribu sayang, dari ketiga anaknya, tak ada satupun yang mewarisi keahlian berbisnis di bidang pertanian. Oalah, memang enggak diajarkan, Kang?
“Saya anak terakhir, Kang. Bapak tuh mengajarinya ke anak pertama. Tapi, dia juga malah enggak mau ngurus sawah, malah pengin enaknya doang. Ya sudah, jadinya ke saya juga enggak mau mengajari lagi,” katanya.
Menikmati hidup sebagai anak petani sukses, Jojo muda banyak berfoya-foya. Hingga akhirnya, tingkat kegemerlapan hidup ala lelaki kampungnya semakin lengkap dengan kehadiran Kunah. Ya, ibarat pasangan yang sudah ditakdirkan Tuhan untuk menyatu, mereka jadian dan sering pacaran sepulang sekolah.
“Pas pedekate, saya langsung minta dibelikan motor ke bapak. Alhamdulillah dapat. Pokoknya, kalau daerah Serang sampai ke Anyar mah, semua sudah saya datangi sama Kunah,” curhat Jojo.
Singkat cerita, lulus SMA, ia meminta menikah pada keluarga. Padahal, bapaknya sedang mengalami perekonomian sulit. Katanya, waktu itu, bapaknya ditipu orang sampai punya banyak utang ke bank. Namun karena Jojo terus memaksa, jadilah proses lamaran itu berlangsung.
Mengikat janji sehidup semati, Jojo dan Kunah resmi menjadi sepasang suami istri. Setahun kemudian, mereka dikaruniai anak pertama. Namun, apalah daya, lantaran tak sanggup menahan tekanan utang di mana-mana, sang ayah jatuh sakit. Sebulan kemudian meninggal dunia. Astaga.
“Ya waktu itu sempat kena struk, dirawat dua minggu, diobati ke mana-mana. Tapi, ya akhirnya meninggal,” kenang Jojo.
Beruntung, setelah menjual banyak sawah dan beberapa kebun untuk menutupi utang, setiap anggota keluarga berhasil mendapatkan satu rumah warisan. Berjalan tahun kedua, Kunah masih sanggup bertahan dan melahirkan anak kedua. Seiring berjalannya waktu, ketika sang anak beranjak balita, kondisi perekonomian semakin memburuk.
“Duh, Kang. Waktu itu saya cuma mengandalkan penghasilan dari jatah jaga kebun saudara. Terus kadang ikut bantu kuli bangunan. Saking stresnya, kita hampir setiap hari ribut,” kata Jojo.
Akhirnya, mungkin lantaran ingin lari dari kenyataan, Kunah pun mengontak kenalan seusianya di Jakarta. Sejak saat itu, hampir seminggu sekali, ia dijemput mobil sedan hitam di depan rumah. Berangkat pagi pulang pagi lagi, perlahan, gaya berpakaiannya pun berubah.
“Wah, dia waktu itu penampilannya seksi banget. Parahnya, omongan saya juga sudah enggak didengar,” kata Jojo.
Hingga suatu malam, Jojo memergoki sang istri pulang diantar laki-laki. Emosi memuncak, jadilah ribut di pinggir jalan. Saling adu mulut dan mencaci maki, mereka seolah tak peduli lagi pada rasa malu dilihat banyak orang. Hingga akhirnya, karena terus melakukan hal serupa, Jojo pun menceraikan Kunah.
Semenjak cerai, Kunah lebih banyak tinggal di Jakarta. Alhasil, keluarga dan orangtuanya sering menyalahkan Jojo atas kejadian itu. Namun, Jojo mengaku, ia sama sekali tak takut pada mereka. Setiap kali disalahkan, ia selalu menghindar dan tak mendengarkan. Ya ampun, sabar ya, Kang.
“Kalau boleh dibandingkan, saya lebih baik sendiri daripada punya istri sering kelayaban. Soalnya, nanti dosanya pasti ke saya, kalau sudah cerai kan, ya itu dosa larinya ke dia. Saya sudah lepas tanggung jawab, tinggal mengurus anak saja,” kata Joko. Oalah.
Ya, semoga Kang Joko diberi rezeki dan kebaikan dalam menjalani hidup. Semangat ya, Kang. (daru-zetizen/zee/ira)