SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – JPU Kejati Banten dinilai mengabaikan fakta persidangan terkait kasus dugaan pemerasan terhadap perusahaan jasa titipan (PJT) tahun 2020-2021 di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) senilai Rp 3,5 miliar.
Hal tersebut diungkapkan oleh Qurnia Ahmad Bukhari dalam dupliknya di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu, 20 Juli 2022.
Mantan Kabid Pelayanan dan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai I pada Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Tipe C Soetta tersebut menilai tidak ada perbedaan kalimat dan redaksional antara dakwaan sebelum persidangan dengan tuntutan serta replik yang dibuat JPU untuk dirinya.
Padahal, dalam persidangan banyak fakta-fakta yang memastikan dirinya tidak bersalah dalam kasus tersebut.
“JPU memilih untuk mengabaikan fakta-fakta persidangan. Seyogyanya pengadilan merupakan tempat yang sakral dan terhormat, serta merupakan harapan bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan. Tidak sepatutnya kebenaran yang terungkap di persidangan diabaikan begitu saja,” kata Qurnia.
Ia mengatakan, sebelum kasus dugaan pemerasan di Bea Cukai KPU Soekarno-Hatta masuk ke Kejaksaan. Kasus tersebut telah dilakukan pemeriksaan oleh Kementerian Keuangan, dan hasilnya dirinya dinyatakan tidak bersalah dalam perkara tersebut.
“Menurut Ahli Pidana Prof Mudzakir dan Prof Chairul Huda berpendapat bila hasil pemeriksaan internal sudah menyebutkan kasusnya clean and clear, maka kasus dinyatakan selesai dan tidak boleh dibawa lagi ke ranah pidana, tidak boleh membuat orang terzalimi dalam proses hukum,” kata Qurnia.
“Hasil pemeriksaan internal tidak ada penyalahgunaan wewenang maka mutatis mutandis dihukum pidana juga tidak ada penyalahgunaan wewenang,” sambung Qurnia.
Dua orang ahli pidana yang dihadirkan di persidangan tersebut juga sepakat berpendapat bahwa surat dakwaan kabur dan tidak jelas (obscuur libel). Sebab, JPU memasukan pasal pasal yang tidak memiliki hubungan subsidiaritas dan ketidakcermatan.
“JPU dalam menyebutkan waktu tindak pidana sehingga timeframe tidak bersesuaian (tidak memenuhi pasal 143 ayat 2 KUHAP-red) dan JPU belum memintakan pertanggungjawaban pelaku pemberi suap sebagai konsekuensi dari tuntutan pasal 11 UU Tipikor,” kata Qurnia.
Untuk itu sambung Qurnia, ia meminta agar majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang, untuk menolak seluruh dakwaan JPU terhadap dirinya, serta menyatakan dirinya tidak terbukti bersalah.
“Karena perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh anak buah saya yaitu Vicentius Istiko Murtiadji beserta rekan-rekan seangkatannya sama sekali tidak ada kaitannya dengan saya,” ungkap Qurnia.
Sementara itu, Kuasa hukum Qurnia, Bayu Prasetio mengatakan, jika tindakan perbuatan melawan hukum terdakwa Vincentius Istiko Murtiadji tidak bisa dibebankan kepada kliennya sebagai mana dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten.
“Dakwaan yang dibuat terhadap Qurnia jelas merupakan dakwaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Bagaimana mungkin dakwaan Qurnia dikenakan delik tindak
pidana yang berlainan jenis dalam suatu dakwaan subsidiaritas (terkait dakwaan pasal 12e dan 11 UU Tipikor),” kata Bayu.
Bayu mengungkapkan peran Qurnia tidak jelas dan dipaksakan menjadi pelaku. Sebab, dalam fakta persidangan tidak ada bukti satupun keterlibatan Qurnia dalam tindak pidana yang dilakukan oleh Vincentius Istiko Murtiadji.
“Oleh karena itu telah tepat untuk dinyatakan dakwaan terhadap diri Terdakwa Qurnia batal demi hukum. Fakta persidangan tak membuktikan adanya meeting of mind antara Vincentius Istiko Murtiadji dengan Qurnia Ahmad Bukhari karena tindakan perbuatan melawan hukum dilakukan sendiri oleh Istiko, dan tindakan pidana tidak bisa dibebankan kepada Qurnia Ahmad Bukhari,” kata Bayu.
Selain itu, Bayu menjelaskan terkait pendapat JPU, menyatakan Qurnia menerima hadiah dari PJT, juga tidak terbukti dalam persidangan. Sebab tak ada uang yang mengalir kepada Qurnia.
“Kita semua sepakat bahwa saksi Vicentius Istiko Murtiadji terbukti menerima uang sebagai pengakuannya di persidangan
didukung bukti lainnya yaitu Laporan audit investigasi inspektorat Kementerian Keuangan. Namun tidak ada satupun alat bukti yang dapat menerangkan penerimaan hadiah oleh terdakwa Qurnia,” kata Bayu.
“Bahkan terdakwa istiko sendiri dalam persidangan menyatakan tidak pernah memberikan uang suap tsb kepada qurnia serta tidak pernah pula diperintah untuk meminta dan menerima uang”. Tambahnya.
Bayu menegaskan sesuai fakta persidangan, justru telah terjadi tindak pidana penyuapan antara pemberi suap yaitu PT SKK melalui Arif Agus Harsono kepada Vicentius Istiko Murtiadji sebagai penerima suap.
“Fakta itu dikuatkan sendiri oleh JPU yang menyatakan adanya kesepakatan yang berujung pada penerimaan sejumlah uang oleh saksi Vicentius Istiko Murtiadji,” tutur Bayu. (*)
Reporter : Fahmi Sa’i