Lalu, sambung Eben, membuka rekening escrow di Bank Banten yang digunakan untuk menampung pembayaran termyn proyek dan rekening escrow tersebut tidak dapat diberikan kepada media penarikan berupa cek maupun bilyet giro. “Dan hanya dapat dilakukan penarikan atau pemindahbukuan berdasarkan surat yang diterima keabsahannya dari pihak Bank Banten,” ucap Eben.
Eben mengungkapkan perbuatan kedua tersangka telah melakukan perbuatan yang melawan hukum dalam pemberian kredit tersebut. Perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah, aset agunan yang dia gunakan oleh PT HNM kepada Bank Banten tidak ada yang terikat sempurna. “Serta aset piutang dan barang bergeraknya tidak difidusiakan,” kata Eben.
Bank Banten hanya menguasai dua sertipikat bidang tanah yang diagunkan oleh PT HNM. Lima sertipikat lainnya yang diagunkan PT HNM ternyata dikuasai oleh PT Hudaya Maju Mandiri atau leasing. “(Dampaknya-red) ada 49 dump truck yang ditarik oleh PT Hudaya Maju Mandiri,” kata Eben.
Lalu, pembayaran pelaksanaan kredit ditransfer langsung ke rekening pribadi direktur PT HNM dengan dasar surat keterangan lunas yang dikeluarkan dealer alat berat. “Padahal, surat tersebut diduga palsu,” ungkap mantan Kapus Penkum Kejagung tersebut.
Kemudian, mekanisme pembayaran terhadap kontrak kerja PT HNM dengan PT Waskita Karya tidak dilaksanakan melalui rekening escrow di Bank Banten. Sehingga Bank Banten, tidak dapat melakukan auto debet terhadap pembayaran termyn proyek dan kredit menjadi macet. “Lalu, penggunaan kredit diluar peruntukannya sesuai MAK dan perjanjian kredit,” kata Eben.
Akibat dari perbuatan kedua tersangka tersebut sambung Eben, Bank Banten tidak dapat melakukan recovery dan eksekusi agunan. “Kredit juga dinyatakan macet, kemudian mengakibatkan kerugian negara Rp65 miliar,” tutur Eben. (fam/air)