SERANG – Kebijakan Pemprov Banten yang tertuang pada surat edaran sembilan larangan, tidak hanya menyasar pejabat. Kebijakan juga berdampak pada bisnis perhotelan di Banten.
Sebab kebijakan dalam surat edaran bernomor 902/311-Bapp/2017 itu, salah satu isinya memuat tentang belanja kegiatan untuk sewa ruang rapat/pertemuan di hotel yang tidak diperkenankan untuk dilaksanakan, kecuali kegiatan level nasional, musrenbang dan forum konsultasi publik.
Menanggapi ini, Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah menilai kebijakan yang dikeluarkan Pemprov Banten harus berdasar pada aturan yang berlaku di atasnya. “Harus dilihat regulasi di atasnya. Kalau tidak kuat efeknya akan berdampak (pada usaha perhotelan-red),” katanya kepada Radar Banten melalui sambungan telepon, Selasa (29/8).
Soal pelarangan kegiatan OPD di hotel, Asep mengatakan jangan langsung menyalahkan pada keberadaan hotelnya. Namun, harus dilihat efektivitas penggunaannya. “Lihat kapasitasnya, kalau kayak musrenbang yang kapasitas orangnya sampai seratusan jangan dipaksakan di kantor. Harus dilihat konteksnya,” kata politikus PDI Perjuangan ini.
Menurutnya, yang paling terpenting bukan hanya sekadar larangan. Namun, evaluasi sekaligus pembinaan terhadap mental aparaturnya. “Sistemnya yang perlu dibenahi agar output dan outcome-nya jelas,” katanya.
“Kalau cantolan (kebijakan pengeluaran SE-red) aturan di atasnya enggak kuat, darimana dasarnya? Apa iya sudah dibicarakan dengan Gubernur. Dalam konteks pembinaan kepegawaian, Sekda sah sah saja untuk internal, tapi urgensinya (pelarangan-red) juga harus dilihat,” sambung Asep.
Dihubungi terpisah, Ketua Harian Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Banten Ashok Kumar mengatakan, larangan kegiatan OPD di hotel secara tidak langsung memang berpengaruh. Setidaknya ada 20 sampai 30 persen market dari pemerintah. “Kita memang masih punya market di luar pemerintahan, tapi ini bukan soal itu,” katanya.
Apalagi, lanjutnya, keberdaan hotel di Banten juga menyangkut banyak orang. Kata dia, ada 382 hotel dengan jumlah kamar mencapai 16 ribu.
Menyikapi surat edaran di Pemprov Banten, PHRI Banten mengaku sudah melayangkan surat ke Gubernur Wahidin Halim untuk audiensi. Pihaknya ingin mendengar penjelasan langsung dari pihak Pemprov Banten. “Kita masih menunggu balasannya. Kita ingin tahu atas dasar apa Pemprov mengeluarkan kebijakan itu. Sebab di 2015, ketika Menpan-RB (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) yang melarang rapat di hotel, kita menentangnya. Makanya ini yang akan kita dengar dulu dari Pemprov,” ujarnya.
Baca juga: Sekda Keluarkan 9 Larangan, Pejabat Dilarang Rapat di Hotel
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Banten Ranta Soeharta mengatakan, surat edaran berisi imbauan setiap tahun dikeluarkan. “Itu semuanya setiap tahun dikeluarkan jelang triwulan keempat. Dikeluarkan, kehati-hatian atas persoalan,” katanya usai menghadiri acara di Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Banten, Rabu (23/8). (Supriyono/RBG)