JAKARTA – Pada era tahun 1990-an, masyarakat pasti mengenal kisah antara Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Mereka beradu peran dalam film Kelaurga Cemara. Jika dulu versi series, kini Keluarga Cemara akan muncul dalam versi layar lebar.
Produser Film Keluarga Cemara yang juga seorang dokter gigi, Anggia Kharisma menjelaskan, ide itu muncul dari kegelisahannya karena semakin renggangnya hubungan keluarga di masyarakat saat ini. Selain itu, menurutnya, film bertema keluarga sangat sedikit produksinya. Muncul ide tersebut ketika dirinya bertemu seluruh tim dalam satu kesempatan bersama kreator Keluarga Cemara, Arswendo Atmowiloto.
“Sesimple kangennya saya sm film indonesia. Ada satu genre kita lupakan. Dulu ada film keluarga yang menghibur. Ada Petualangan Sherina, Laskar Pelangi. Jadi ini berawal dari kegelisahan saya,” tegasnya dalam konferensi pers, Jumat (29/9), sebagaimana dilansir JawaPos.com.
Menurutnya, saat ini masih jarang film aman dan mendidik yang bisa ditonton oleh keluarga dengan mengajak anak-anak mereka. Menurut Anggia, saat ini masih relevan untuk memutar film Keluarga Cemara di tengah perkembangan teknologi yang begitu pesat.
“Biarkan film ini menjadi sepanjang massa. Tentu kangen sama eratnya keluarga di Indonesia, masih relevan jika ditarik ke masa kini. Dan syukurnya, direspons baik mas Arswendo,” katanya.
Kreator Keluarga Cemara Arswendo Atmowiloto mengungkapkan alasannya mengapa sepakat untuk memunculkan Keluarga Cemara menjadi film. Pasalnya saat ini, kata dia, nilai sosial dan ketahanan keluarga di masyarakat sudah semakin renggang. Teknologi juga semakin canggih dan membuat generasi milenial menjadi mudah melawan para orang tua atau bermusuhan dengan temannya.
“Saya ingin ada cerita soal keluarga. Karena saat ini anak-anak menghormati orang tua kok susah. Kok sama teman musuh-musuhan melulu. Ini kisah tentang kehidupan sehari-hari,” jelasnya.
Saat membuat cerita itu, Arswendo hanya menuangkan ide cerita yang tak dibuat-buat sesuai dengan keadaan nyata kehidupan sehari-hari. Bahkan dia menulisnya sejak 44 tahun yang lalu. Dimulai dengan diterbitkan di majalah Bobo, Hai, dan lainnya.
“Sederhana sih, seperti misalnya anak menstruasi pertama lalu apa yang ayahnya lakukan. Lalu saya ketemu dengan Anggia dan lainnya, sempat tertunda sih ide ini lalu akhirnya ide ini terealisasi untuk digarap,” papar Arswendo.
(IKA/JPC)