SERANG – Di musim kemarau panjang ini, sejumlah petani cabai di Kecamatan Waringinkurung, Kabupaten Serang, mengalami gagal panen.
Di musim petik kali ini, sejumlah petani harus mengalami kerugian, lantaran hasil panen cabai turun drastis dari panen sebelumnya.
“Pengaruh kemarau, pasti hasilnya berkurang dan biaya produksi lebih mahal. Selain itu, serangan patek (jamur antraknosa-red) menyebar,” papar Noval, salah seorang petani cabai saat ditemui Radar Banten Online, Kamis (20/9).
Ia mengakui proses menanam cabai cukup lama, yaitu 140 hari atau 4 bulan baru bisa dipetik hasilnya. Dari satu tanaman cabai, kata Noval, hasilnya ditaksir mencapai 1 kilogram buah cabai.
“Kalau musim kemarau begini, dapat seperempatnya saja sudah bagus,” ujarnya.
Bahkan, kata dia, dengan cuaca panas seperti ini, curah hujan pun berkurang, petani lain juga mengalami hal serupa dengannya yakni gagal panen.
Menanam cabai, kata dia, dengan modal pertama Rp 60-80 juta per satu hektare kebun cabai. Ia taksir, pada panen kali ini, alami kerugian hingga 60-70 persen.
Agar kebunnya tidak layu, ia harus mengairi lahan seluas 1,5 hektare itu dengan cara didiesel. Mengingat, curah hujan sangat minim.
“Makin mahal kalau pakai sumur bor. Nyiram kaya gini, sehari ratusan ribu. Disiram seminggu dua kali. Dalam sehari Rp 150 ribu per 1.000 meter, kan besok mesti nyiram lagi,” keluhnya.
Sebagai seorang petani, Noval harus siap dengan resiko yang ada. “Mau teriak sama siapa, kita ambil (terima-red) saja,” ucapnya.
Ia mengatakan, hasil panennya dijual ke pengepul seharga Rp 15 ribu per kilogram, ke reseller Rp 18 ribu per kilogram, dan konsumen Rp 20 ribu per kilogram. Harga yang dipatok jauh dari harga jual di pasaran. (Anton Sutompul/antonsutompul1504@gmail.com)