Kehidupan Safinah tidak lagi indah. Selama kurang lebih tujuh tahun mengalami buta. Kesengsaraannya pun bertambah saat rumah yang dihuni bersama dua orang anaknya roboh di bagian depan.
Irfan Muntaha – SERANG
Safinah (66), janda asal Kampung Kajaban RT 04/01, Desa Pandean, Kecamatan Ciruas memang memprihatinkan. Janda yang mengalami kebutaan sejak tujuh tahun lalu itu, menghabiskan hidup sehari-hari di rumah yang beralaskan tanah. Rumah dihuni bersama anaknya Yani Abdul Goni (25), dan Suarjo (23). Genting sudah tidak terpasang dengan rapih. Sorotan matahari dari celah atap pun memancar ke dalam rumah. Saat hujan, celah itu pun menjadi ruang masuknya air ke dalam rumah.
Kesengsaraan Safinah bertambah setelah rumah yang tidak lagi layak untuk di huni itu roboh pada bagian depan diterjang angin dan hujan deras pada Kamis (13/10) sekitar pukul 17.30 WIB. Kemarin, puing-puing bangunan tersebut belum dibersihkan. Sebab, posisi rumah berada di kepadatan permukiman.
Saat rumah roboh, Safinah sedang berada di kamar menunggu waktu azan magrib untuk kemudian berbuka puasa. Namun, tiba-tiba Safinah mendengar suara kayu roboh dan ternyata itu rumahnya. “Kaget, ada suara ‘bruuug’, nangis minta tolong, karena tidak bisa melihat hanya bisa teriak, toloooong toloooong,” ujar Safinah dengan raut muka sedih, Jumat (14/10)
Saat ditemui, Safinah sedang duduk di bangku tepat di pinggir rumahnya yang roboh, ditemani tetangga dan anaknya yang sudah pisah rumah, yakni Maksusi (30). Kata Safinah, setelah beberapa menit, tetangga yang mengetahui hal itu berdatangan memberikan pertolongan. “Alhamdulillah, saya tidak luka, sebab rumah yang roboh hanya bagian depan,” katanya.
Safinah menjelaskan, rumah miliknya dibangun sejak 1974 bersama suaminya yang sudah tiada sejak tujuh tahun lalu. Namun, tidak pernah dilakukan perbaikan. Kecuali rehab pada bagian penyangga genting atau atap. “Ini rumah memang sudah tua, sudah puluhan tahun,” ujarnya sambil meneteskan air mata.
Kini Safinah tidak lagi bisa berbuat banyak, jangankan mencari rupiah, untuk makan sehari-hari saja menunggu belas kasihan tetangga. Sedangkan dua anaknya yang tinggal serumah hanya kerja serabutan. “Jangankan bangun rumah, makan saja sedapatnya,” katanya.
Maksusi, anak dari Safinah mengaku, tidak bisa membangunkan rumah untuk ibunya lantaran untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya saja kewalahan. Begitu pun dengan enam saudaranya yang hidupnya kini sudah berpencar karena memiliki istri. “Masih ada dua yang belum rumah tangga yang ngurus ibu, saya kerja serabutan,” katanya.
Maksusi berharap, Pemerintah Kabupaten Serang memberikan perhatian khusus terhadap kondisi orangtuanya yang membutuhkan rumah layak huni. “Saya sayang terhadap orangtua, tapi saya juga tidak bisa apa-apa. Mudah-mudahan ada bantuan untuk ibu, supaya bisa membangun rumah lagi, tidak harus bagus yang penting layak huni,” katanya.
Ketua BPBD Kabupaten Serang Nana Sukmana mengaku, belum mengetahui hal tersebut. Namun, akan segera meninjau dan memberikan bantuan. “Kemungkinan bantuan disalurkan seperti makanan, kita akan survei,” tegasnya. (*)