CILEGON – Dinamika kontestasi Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Cilegon diwarnai isu keretakan internal Partai Gerindra Kota Cilegon.
Pasalnya, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra telah menetapkan Sokhidin sebagai kader yang maju di kontestasi politik lima tahunan tersebut.
Namun, di sisi lain, Awab, yang saat ini masih resmi menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerindra Kota Cilegon masih terlihat melakukan serangkaian langkah politik untuk maju dalam ajang perebutan tampuk pimpinan di “kota industri” tersebut.
DPP Gerindra telah mengeluarkan keputusan untuk memasangkan Sokhidin dengan kader Partai Golkar Ratu Ati Marliati, dengan posisi sebagai Bakal Calon Wakil Walikota.
Kendati isu keretakan tengah terjadi di internal Gerindra, kondisi itu dianggap tidak akan mempengaruhi pada perjalanan politik pasangan Bakal Calon Walikota dan Wakil Walikota Cilegon Ati-Sokhidin.
Pengamat sekaligus akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Syaeful Bahri memandang jika persoalan Gerindra tak akan memberikan dampak negatif pada proses pencalonan Ati-Sokhidin.
Ada beberapa hal yang dijadikan indikator oleh pria yang juga menjabat sebagai Ketua Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Banten tersebut.
Pertama, kata Syaeful, Sokhidin secara jejak politik terbukti memiliki massa yang menghantarkan ia menang di Pemilihan Legislatif (Pileg) tahun 2019 lalu dan menghantarkannya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Cilegon.
“Bahkan sekarang ia menduduki kursi pimpinan di DPRD Kota Cilegon,” ujar Syaeful kepada Radar Banten, Minggu (6/7).
Perolehan suara pada Pileg lalu bisa menjadi modal kuat bagi Sokhidin untuk bisa bertarung di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Cilegon nanti.
Indikator lain yang membuat langkah politik Ati-Sokhidin kuat di Pilkada nanti adalah partai-partai koalisi yang mendukung pasangan yang kini masih menjabat sebagai Wakil Walikota Cilegon dan Wakil Ketua DPRD Kota Cilegon tersebut.
Diketahui, sejauh ini sudah tiga partai yang menyatakan mendukung pasangan itu, ketiganya yaitu Partai Golkar, Partai Gerindra, dan Partai NasDem. Tiga partai itu pun memiliki kursi yang banyak di DPRD Kota Cilegon.
Jika digabungkan, ada 19 kursi legislatif yang dimiliki tiga partai itu. Dan Syaeful menganggap jumlah itu sangat besar sebagai modal politik.
“Jika memang perolehan suara pada Pileg berbanding lurus dengan Pilkada, kalau diambil 75 persennya saja dari perolehan suara Pileg, itu masih sangat kuat,” kata mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Banten tersebut.
Kemudian, sosok Awab yang terhitung baru di kancah perpolitikan pun menjadi indikator lain yang membuat keretakan Gerindra tak akan memengaruhi proses perpolitikan Ati-Sokhidin.
Kata Syaeful, Awab sebelumnya aktif di institusi kepolisian, ia menjadi Ketua DPC Gerindra pun belum lama.
“Sebelumnya kan Gerindra dipimpin oleh Hasbi Sidik, setelah Pileg terjadi perubahan struktur,” tutur Syaeful.
Ia menganggap langkah politik Awab itu justru merugikan Awab sendiri, karena ia bisa dikenakan sanksi berat oleh partai dengan tidak mendukung ketetapan DPP.
Diketahui, Awab dalam beberapa pekan terkhir terlihat hadir bersama partai lain, terkahir ia menghadiri agenda internal Partai Demokrat Kota Cilegon. Bahkan ia pun datang ke DPP Partai Demokrat untuk mengambil surat rekomendasi.
Sebelumnya ia diketahui melakukan pertemuan dengan Wakil Ketua DPP PAN Yandri Susanto, dalam pertemuan itu, ia hadir bersama Bakal Calon Walikota Cilegon Iye Iman Rohiman, dan Ketua PPP Provinsi Banten Subadri Ushuludin.
Ditemui saat menghadiri agenda internal Partai Demokrat Kota Cilegon, Awab mengaku kedatangannya bukan atas nama partai, tapi pribadi.
Disinggung soal kemungkinan sanksi dari Partai Gerindra atas sikap politiknya, Awab mengaku siap mendapatkan sanksi apapun.
“Sanksi dari Allah baru saya takut, dicabut nyawa, masuk neraka, baru saya takut,” ujar Awab. (bam/air)