SERANG-Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten Al Muktabar dijadwalkan menghadiri sidang dugaan korupsi dana hibah pondok pesantren (Ponpes) 2018 dan 2020 senilai Rp183 miliar di Pengadilan Tipikor Serang, Senin (4/10). Muktabar dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa mantan Kepala Biro Kesra Provinsi Banten Irvan Santoso.
“Sudah dilakukan pemanggilan untuk diminta hadir sebagai saksi kasus hibah ponpes besok (hari ini-red),” ujar sumber Radar Banten di lingkungan Kejati Banten, Minggu (2/10).
Selain Muktabar, Kejati juga memanggil mantan Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Banten Muhtarom. Kendati sudah dilakukan pemanggilan namun belum diketahui keduanya akan menghadiri persidangan. Sebab, belum ada konfirmasi terhadap keduanya. Apalagi Senin (hari ini) Pemprov Banten akan melaksanakan peringatan HUT Provinsi Banten. “Senin (sidang-red) bentrok dengan HUT Banten, entah bisa hadir atau tidak,” katanya.
Pemanggilan terhadap kedua saksi tersebut telah dibenarkan oleh JPU dalam perkara tersebut M Yusuf Putra. Yusuf mengakui belum ada konfirmasi terhadap kepastian kedua saksi menghadiri persidangan. “Masih belum ada konfirmasi (kepastian untuk hadir di persidangan-red) kayaknya enggak hadir,” ungkap pria asal Makassar ini.
Senin (27/9) lalu mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten Hudaya Latuconsina dan mantan Sekda Banten Ranta Suharta telah dihadirkan JPU. Hudaya dan Ranta dihadirkan sebagai alokasi dana hibah untuk 3.122 pondok pesantren (ponpes) tahun 2018 senilai Rp62,440 miliar. Keduanya tidak dihadirkan sebagai saksi alokasi hibah untuk 2020 karena sudah tidak lagi menjadi.
Dalam keterangannya di Pengadilan Tipikor Serang, Hudaya mengakui alokasi hibah untuk ponpes 2018 terkesan dipaksakan. Sebab, alokasi anggaran untuk ribuan ponpes tersebut tidak termasuk dalam rencana APBD 2018. Akan tetapi karena perintah Gubernur Banten hibah Rp62 miliar lebih itu terpaksa dikucurkan. “Perintah langsung oleh gubernur (Wahidin Halim-red). Disampaikan melalui lisan (perintah-red),” kata Hudaya.
Hudaya dihadirkan sebagai saksi terhadap lima terdakwa yakni mantan Kepala Biro Kesra Provinsi Banten Irvan Santoso, Kabag Sosial dan Agama pada Biro Kesra Provinsi Banten Toton Suriawinata. Lalu, pimpinan ponpes Epieh Saepudin, pimpinan ponpes Tb Asep Subhi dan tenaga harian lepas Pemprov Banten Agus Gunawan.
Dikatakan Hudaya, alokasi hibah untuk ponpes tersebut jika mengacu pada peraturan gubernur (pergub) tidak sesuai. Sebab, dari awal tidak ada permohonan dari ponpes. Meski tidak sesuai pergub, namun alokasi hibah untuk ponpes tersebut kemudian dibahas di tim anggaran pemerintah daerah (TAPD). “Ini perintah (gubernur untuk hibah ponpes-red), kami (TAPD-red) diskusikan dengan DPRD,” kata Hudaya.
Alokasi dana hibah untuk ponpes yang dadakan itu sambung Hudaya dibahas bersama unsur DPRD Banten. Ketua DPRD Banten kata dia sempat kesal karena anggaran untuk APBD 2018 sudah diplotting akan tetapi berubah dalam perjalanan.
“Saya by phone gubernur (lapor-red), ini (hibah ponpes-red) harus jalan (diberikan, kata gubernur-red),” ungkap Hudaya.
Hudaya mengakui, DPRD Banten akhirnya bersepakat untuk mengambil alokasi anggaran untuk penyelamatan Bank Banten sebesar Rp125 miliar. Pengambilan alokasi anggaran lain tidak disetujui karena akan menimbulkan dampak pada instansi yang alokasi anggarannya dialihkan untuk ponpes. “Akhirnya untuk Bank Banten yang diambil, padahal prioritas (dalam penyusunan APBD 2018-red),” kata Hudaya.
Diakui Hudaya, pembatalan alokasi dana untuk Bank Banten telah mengabaikan dari surat KPK, OJK dan Kemendagri. Sebab, Bank Banten saat itu kolaps dan butuh suntikan modal. “Bank Banten harus diberi bantuan (ketika itu-red),” ujar Hudaya dalam sidang yang dihadiri JPU Kejati Banten Herlambang, Subardi dan M Yusuf Putra.
Hudaya mengatakan setelah dibahas bersama tim TAPD, alokasi anggaran untuk hibah ponpes dibahas bersama DPRD Banten. “Sebelum dengan badan anggaran, saya sampaikan kepada pimpinan DPRD, gubernur pengennya begini (menyampaikan kepada DPRD-red), prinsipnya DPRD menyepakati. Dengan DPRD sudah selesai,” kata Hudaya. (fam/nda)