JAKARTA – Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah belum lama ini
dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan pasal pemerasan dan suap.
Pemerasan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain itu diduga dilakukan
Atut dengan menyalahgunakan kewenangannya pada kurun waktu 2011-2013.
Jurubicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo, Rabu (15/1),
menjelaskan, Atut diduga menyalahgunakan kewenangannya dengan cara memaksa
seseorang memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima pembayaran atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
“(Yang dipaksa) bisa dua-duanya. Bisa pegawai negeri
atau swasta,” terang Johan seperti yang dilansir RM Online (JPNN Group),
Rabu (15/1).
Johan menambahkan, sangkaan pemerasan kepada Atut ini
merupakan pengembangan dari kasus dugaan korupsi proyek alat kesehatan (alkes)
Provinsi Banten tahun anggaran 2011-2013. Sangkaan pemaksaan atau pemerasan
Atut itu diduga sudah dilakukan pada periode yang sama dengan alkes Banten.
“Ya dua tahun itu. Intinya dari kasus itu,” terang
dia.
Johan menggarisbawahi, sangkaan baru kepada Atut yang
diumumkan Senin (13/1) kemarin itu bukan hanya pasal 12 huruf e. Pasal yang
disangkakan ada banyak yakni pasal 12 huruf e atau pasal 12 huruf a atau b atau
pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan
UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-(1)
KUHP. Pasal-pasalnya kebanyakan adalah pasal menerima suap.
“Jadi RAC (Ratu Atut Chosiyah) itu lebih banyak
penerimaan. Menerima dari siapa
dan berapa jumlahnya, saya belum tahu,”
tandasnya. (RMOL)