Kisah rumah tangga Tarno (34) nama samaran sangat mengenaskan. Lantaran tak bisa memenuhi permintaan mahar sesuai harga yang diinginkan keluarga sang istri, sebut saja Meni (33), Tarno dilecehkan dan tak dianggap, ia pun memilih hidup sendiri. Astaga.
Ditemui Radar Banten di Kecamatan Gunungsari, Tarno sedang sibuk melayani pembeli di rumah makan masakan Padang. Mengenakan peci hitam dan kemeja biru, Tarno terlihat sopan dan kalem. Saat diajak mengobrol, ia pun menceritakan kisah masa lalunya.
Tarno mengaku, sebenarnya sejak muda ia sangat ingin aktif bergelut di dunia bisnis. Sempat punya niat berjualan sepatu dan pakaian, Tarno mengaku ingin hidup mandiri tanpa merepotkan orangtua. Tapi semua itu tak ada yang terlaksana. Perlakuan manja orangtua karena Tarno anak satu-satunya, membuatnya tak punya kesempatan untuk mewujudkan cita-cita jadi pengusaha. “Saya pernah mau jualan, tapi malah dilarang sama bapak,” keluhnya.
Tarno bercerita, perjumpaannya dengan Meni bermula di sebuah acara nikahan teman. Saat itu Tarno yang masih jomblo, merasa terasingkan di antara teman-temannya yang membawa pasangan masing-masing. Tak lama kemudian, datanglah Meni yang kenal dengan salah satu teman Tarno. Alih-alih ikut nimbrung, Meni malah dikenalkan dengan Tarno.
Hebatnya, saat itu mereka langsung cepat akrab. Bahkan, malam itu keduanya sudah terbuka dan menceritakan banyak hal tentang diri masing-masing. Sama-sama punya hobi berbisnis, membuat mereka semakin nyaman satu sama lain. “Ya dia orangnya asyik, ngobrolnya juga enggak ngebosenin gitu,” ujar Tarno.
Tarno yang berwajah pas-pasan dengan rambut ikal, mampu membuat Meni nyaman. Penampilannya malam itu sangat keren dengan jeans dan kemeja. Serasi dengan Meni yang cantik saat mengenakan gamis merah jambu dan kerudung biru langit.
Sejak itu, hubungan Tarno dan Meni ternyata berlanjut. Tak hanya sebatas pertemanan biasa. Tiga bulan kemudian, muncullah rasa perhatian dan kasih sayang. Berawal dari status teman tapi mesra alias TTM, akhirnya mereka pun pacaran. Ciyee.
Meski saat itu Tarno belum punya pekerjaan alias menganggur, sedangkan Meni sudah bekerja di pabrik, tetapi hal itu tak membuat Meni ragu untuk menjalani kisah asmara dengan Tarno. Keduanya menjalani pacaran selama setahun lebih.
Namun sialnya, saat Tarno beranjak dewasa, sang ayah meninggal dunia. Sejak itu, tak ada lagi yang memanjakannya. Sang ibu malah menikah lagi dengan duda yang perekonomiannya juga minim. “Waktu itu rasanya hidup saya berubah 180 derajat, dari yang awalnya enak jadi melarat,” ujarnya.
Meski begitu, keadaan ternyata tak mengubah sikap dan perhatian Meni terhadapnya. Meni masih mau menemani Tarno meski dalam keadaan susah. “Ini alasan saya kenapa milih dia jadi istri,” katanya.
Singkat cerita, seratus hari setelah meninggalnya sang ayah, Tarno dan Meni pun sepakat menuju hubungan lebih serius. Namun, apesnya, sikap baik Meni ternyata tak sama dengan sikap keluarganya. Seolah tak mau tahu keadaan Tarno, keluarga Meni meminta mahar nikah yang jumlahnya sangat besar. “Waktu itu saya sempat mau nyerah dan pasrah enggak jadi nikah sama dia,” curhat Tarno.
Namun, Meni tetap ingin menikah dengan Tarno. Akhirnya terjadilah perundingan kedua keluarga, Tarno pun diberi keringanan dengan dikuranginya harga mahar nikah. Namun saat itu, keluarga Tarno juga tak bisa memenuhi permintaan mahar yang disepakati. “Waktu itu kurang Rp10 juta, harusnya Rp30 juta, tapi saya cuma punya Rp20 juta,” katanya.
Meski begitu, pernikahan tetap berlangsung meriah dan berjalan lancar seolah tak ada kendala. Tarno dan Meni resmi menjadi sepasang suami istri. “Ya meski banyak rintangan, tapi jadi juga nikahnya,” katanya.
Di awal rumah tangga, Tarno dan Meni terpaksa tinggal di rumah keluarga istri. Tarno yang belum bekerja, akhirnya diminta membantu menjaga warung milik keluarga istri. Setiap pagi dan sore, Tarno mengantar jemput Meni kerja.
Setahun kemudian, Tarno dan Meni dikaruniai anak pertama. Seolah anak membawa rezeki, saat anaknya tumbuh balita, Meni diangkat menjadi karyawan tetap. Upah per bulan pun meningkat. Sedangkan Tarno masih menunggu warung dan sering disuruh-suruh keluarga istrinya.
Memiliki penghasilan besar, sikap dan penampilan Meni perlahan berubah. Memperbaiki penampilan dan membeli banyak baju serta perhiasan, pokoknya Meni menjadi semakin cantik dan menggoda. Tapi, sikapnya terhadap suami juga menjadi ketus dan selalu ingin menang sendiri. “Ya dia cantik banget dan menggoda, tapi setiap saya minta begituan, dia nolak mulu dengan alasan capek kerja,” katanya.
Seiring berjalannya hari, Tarno pun mulai merasa tak dihargai. Disuruh angkut-angkut barang dan tak pernah dianggap saat acara kumpul keluarga, Tarno tak bisa leluasa tinggal di rumah keluarga sang istri. Akhirnya, Tarno curhat kepada Meni tentang ketidaknyamanannya. Namun, bukannya mendengarkan curhatan hati suami, Meni malah membentak dan mengatakan kalau Tarno tidak bersyukur. “Sudah numpang, cuma begitu malah ngeluh. Suami enggak bersyukur,” kata Tarno meniru ucapan Meni.
Tarno tak terima. Sejak itu hubungan mereka merenggang. Meni yang tak mau mengubah sikapnya, membuat Tarno semakin tak nyaman. Akhirnya Tarno memilih pulang ke rumah keluarganya. Bukannya mencari Tarno, Meni malah tak bereaksi. Sebulan lebih pisah ranjang, akhirnya Tarno pun mengurus perceraian. Meni pun menyetujui. Akhirnya mereka berpisah. Sampai saat ini Meni dan Tarno masih sendiri. Meni sibuk bekerja, sedangkan Tarno menjadi karyawan di rumah makan padang.
Ya ampun, sabar ya Kang Tarno. Semoga segera dapat istri baru yang lebih baik. Amin. (mg06/zee/ags)