JAKARTA – Polri dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) mengambil jalan tengah atas polemik rencana aksi damai 2 Desember. Mereka sepakat untuk memindahkan lokasi demonstrasi dari kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI) ke Monumen Nasional (Monas).
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan, aksi massa dan salat Jumat di Bundaran HI menimbulkan masalah hukum. Unjuk rasa tidak boleh mengganggu ketertiban umum dan hak asasi manusia.
“Kalau kegiatan ibadah di Bundaran HI, kemacetannya bagaimana? Apalagi bila ke depan ada kelompok agama lain yang juga ingin ibadah di tempat itu,” katanya di kantor MUI kemarin (28/11), seperti dilansir JawaPos.com.
Setelah beberapa kali dialog, diambillah jalan tengah: memindahkan lokasi aksi ke Masjid Istiqlal dan kompleks Monas. “Karena pertimbangan jumlah demonstran, yang dipilih adalah Monas,” ucapnya.
Kepolisian akan mengakomodasi berbagai keperluan untuk aksi. Misalnya menyiapkan panggung, tempat wudu, toilet, serta pengamanannya. “Teknisnya nanti diatur,” ujar mantan Kapolda Papua tersebut. Aksi massa itu dimulai pukul 08.00 sampai selesai salat Jumat pada pukul 13.00.
Akan dibentuk tim gabungan Polri dan MUI untuk mengatur bersama bagaimana proses demonstrasi dan salat Jumat tersebut sehingga berjalan tertib. “Yang juga penting, pintu Monas harus dibuka semua. Sehingga peserta demonstrasi dan salat Jumat bisa mendapatkan akses masuk yang baik,” kata Rizieq Shihab, pembina GNPF MUI.
Kesepakatan lainnya adalah Polri tidak boleh menghalangi peserta dari luar Jakarta untuk ikut aksi. Sebelumnya ada kabar bahwa polisi melarang perusahaan otobus (PO) membawa peserta aksi ke Jakarta. Nah, hal itu tidak boleh lagi dilakukan. “Agar peserta demo tidak jalan kaki. Kami mendapat informasi, ada peserta demo yang berjalan kaki dari Ciamis,” ujar Rizieq.
Tito mengakui, memang ada imbauan agar PO tidak mengantar peserta demo ke Jakarta. Hal tersebut didasari pertimbangan keamanan. Membantu mengantar pendemo bisa memperbesar potensi konflik. Namun, karena sudah ada solusi untuk keamanan saat demonstrasi, semua itu tidak lagi diperlukan. “Polri mencabut larangan PO mengantar demonstran ke Jakarta,” katanya.
Ketua MUI Ma’ruf Amin menambahkan, setelah proses hukum dan semua aksi demonstrasi ini, pihaknya mengusulkan agar semua umat Islam melakukan rujuk nasional dengan menggelar dialog. “Semua harus selesai,” tuturnya.
Rujuk nasional itu penting untuk mengembalikan hubungan yang selama ini agak renggang. Sehingga ke depan hubungan antara umat Islam dan pemerintah menjadi lebih baik.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta masyarakat bersabar atas proses hukum dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dia mengingatkan bahwa proses hukum yang sedang berjalan tidak bisa diintervensi. Termasuk oleh aksi unjuk rasa. “Pemerintah tidak akan ditekan, dengan demo, langsung mengambil tindakan yang lain, tidak. Pasti pemerintah menunggu proses hukum,” jelasnya.
Sementara itu, Menko Polhukam Wiranto mengapresiasi kesepakatan antara Polri dan GNPF MUI terkait pelaksanaan aksi 2 Desember. Meski begitu, pengamanan ketat dari aparat tetap diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. “Kepolisian tidak boleh sampai terlena,” tuturnya. (idr/jun/dod/JPG/c9/ca)