Retaknya hubungan keluarga, tidak selalu diakibatkan karena masalah antara suami dan istri saja. Tapi juga bisa datang dari saudara atau kerabat dekat dari suami istri. Ini terjadi pada Mimin (60), bukan nama sebenarnya. Rumah tangga yang ia bangun selama dua puluh tahun harus kandas akibat dari campur tangan saudara dari sang istri. Hmm, kok bisa? Semuanya dimulai dari sini.
Dua puluh tahun lalu, Mimin bekerja sebagai penjual buah-buahan di Jakarta. Suatu ketika, Mimin dikenalkan oleh temannya kepada adiknya, Mira (56). “Waktu itu saya tidak tahu mau diajak kemana. Tapi ternyata, saya dikenalkan dengan adik dari teman saya. Dari situlah saya mengenal Mira,” katanya sambil membuka obrolan.
Mimin tidak menyangka, pertemuannya dengan Mira menjadi awal perjalanan hidup berumah tangga. “Dari awal bertemu, saya sih udah langsung tertarik. Makannya saya terus deketin dan seriang ajak dia jalan. Lama-lama akhirnya nyambung dan dia mau membuka hatinya untuk saya,” terangnya sambil mengingat masa lalu.
Satu bulan menjalin hubungan, Mimin akhirnya melamar Mira yang bekerja sebagai buruh pabrik di Jakarta. “Kita nggak pacaran. Karena sudah sama-sama dewasa jadi langsung berlanjut ke pernikahan,” ungkapnya.
Usai menikah, Mimin dan Mira pun hidup satu atap dalam rumah sewaan. Penghasilan Mimin menjual buah dan Mira bekerja dikumpulkan untuk dijadikan sebagai tabungan membangun rumah di tempat kelahiran Mira di Rangkasbitung.
Setahun berumah tangga, Mimin dan Mira pun dikarunia seorang putri yang diberi nama Sinta (19), bukan nama sebenarnya. Setelah memiliki anak, Mira memutuskan berhenti bekerja dan kembali pulang kampung dan tinggal di rumah yang ia bangun bersama sang suami. Lain dengan Mimin, ia tetap menjadi penjual buah.
“Karena menjual buah jadi mata pencaharian utama saya menutupi kebutuhan istri dan anak sehari-hari,” akunya.
Lima tahun hidup sebagai ibu rumah tangga masih dinikmati Mira. Namun di tahun kedelapan, Mira mulai resah dengan penghasilan suaminya yang mulai berkurang. Tekanan lain datang dari saudara-saudaranya yang mencibir dan mengompori agar mau meninggalkan Mimin yang memiliki penghasilan sedikit.
“Saya kesal dengan saudara-sauaranya itu. Sikap istri saya mulai berubah dan berani kabur-kaburan kerumah saudaranya. Padahal anak saudaranya itu saya yang biayain karena mereka janda. Tapi balasannya malah merusak keluarga saya dan mengompori istri saya untuk meninggalkan saya,” ungkap kesalnya.
Sikap Mira yang uring-uringan tidak jelas dan kadang kabur ini beralasan karena menganggap Mimin terlalu kasar mendidik anaknya. “Saya kan ayahnya. Wajar dong kalau saya kadang mengomeli anak saya agar tidak bergaul sembarangan. Itu kan jadi tugas saya sebagai orangtua dan kasih sayang sebagai ayah. Tapi istri saya nggak terima karena dikompori saudaranya,” tutur Mimin.
Sikap Mira yang semakin menjadi dan lebih percaya kepada saudaranya ini, akhirnya memaksa Mimin mengambil keputusan untuk bercerai. “Ya saya mana betah dengan istri yang tidak percaya sama suaminya? Daripada jadi masalah yang berkepanjangan, ya sudah saya turutin kemauan istri saya untuk bercerai,” terang Mimin.
Kesal yang tidak terbendung lagi, akhirnya membuat Mimin harus merelakan istri yang dicintainya untuk hidup bersama saudaranya. “Saking kesalnya dengan sikap istri saya, ya udah semua harta dan rumah saya kasihkan ke istri saya. Kalau memang maunya begitu, ya mau gimana lagi. Kalaupun berbekal baju ganti, saya bisa kok hidup sendiri,” tuturnya.
Setelah terhasut saudaranya, Mimin pun tak menyangka dengan sikap Mira yang sangat keterlaluan dan tidak berpikir panjang. Mira membawa semua harta yang dikumpulkan bersama Mimin dan membawa kabur semua harta yang ada.
Setelah bercerai, Mimin yang tidak memiliki pekerjaan ini kemudian diajak saudaranya untuk mencari pekerjaan. Namun ternyata, Mimin justru dimasukkan ke balai perlindungan sosial. “Saya juga tidak tahu kok malah diajak ke sini. Padahal awalnya diajak bekerja,” akunya sambil keheranan.
Satu tahun bercerai, Mimin tidak lagi menghubungi Mira bahkan seolah tidak lagi peduli dengan kabar mantan istri dan putri tunggalnya yang kini tinggal di Rangkasbitung. Kini Mimin menghabiskan waktunya dengan beribadah mempersiapkan bekal ke akhirat. “Usia saya kan sudah nggak muda dan saya juga nggak punya modal buat berjualan lagi. Jadi ya sudah saya habiskan sisa hidup saya buat ibadah saja,” pungkasnya pasrah. (Wivy-Zetizen/Radar Banten)