Menikah di usia muda bagi para wanita abad ini, memang masih dianggap sebagai hal tak lazim. Pencapaian karier dan isu gender, membuat wanita seakan berlomba menunjukkan eksistensi diri.
Namun tidak halnya dengan Mina, bukan nama sebenarnya. Saat usia 18 tahun, setelah lulus SMA, wanita asal Kota Cilegon ini memutuskan menikah, tepatnya pada 2012 lalu. Mina dipersunting Misri, bukan nama asli. Padahal Misri delapan tahun lebih tua dari Mina.
Konon, ceritanya si Misri naksir Mina yang berparas cantik dan berkulit putih, mulus, bersih lagi wangi. Misri pun kepincut dan bersegera melamar Mina melalui orangtua Mina bernama Jidi dan Siti, bukan nama sebenarnya. Alhasil lamaran Misri pun diterima kedua orangtua Mina.
Tidak ada pilihan bagi orangtua Mina kecuali menerima lamaran Misri. Mengingat Jidi dan Siti hanyalah orang biasa bahkan tergolong miskin. Menyadari keadaan keluarganya yang serba kekurangan, Mina pun turut menerima pinangan Misri. Meski sebenarnya Mina merasa kurang cocok dengan paras Misri.
Janur kuning pun terpasang di pertigaan masuk arah rumah Mina. Pernikahan Mina dan Misri dilaksanakan berbarengan dengan resepsi sederhana yang digelar di halaman sebelah rumah Mina.
Mina dan Misri pun menikmati masa pengantin baru. Misri sangat mencintai Mina. Mina tetap tinggal di rumah orangtuanya bersama Misri. Setelah satu tahun pernikahan, Mina dan Misri pun dikaruniai anak laki-laki sebut saja Jepri yang terlahir sempurna seperti kebanyakan bayi.
Dua tahun berjalan, usia pernikahan Mina dan Misri, keduanya terlihat bahagia. Tak nampak keributan dan kesenggangan hubungan antara keduanya. Namun petaka itu tiba-tiba datang. Memasuki awal 2015, hubungan Mina dan Misri mulai retak. Sikap Misri mulai berubah menjadi suami pemarah dan tempramental.
Usut punya usut, Mina tidak menyukai perbuatan Misri yang sering marah-marah dan mengeluarkan kata-kata menyakiti hati dan perasaan. Owalah, kok bisa gitu tah? Ya, terlebih ketika Misri sedang keadaan pusing.
“Mina! Laki balik je dudu digawekaken kopi malah enak-enakan teturuan bae. Rabi macem ape bue sire kien. Dasar wadon kesrek,” kata Misri sepulang kerja.
“Maaf sih Kang, arane gah kitane ore weruh ari kang Misri wis teke. Hampurane yah Kang,” Mina meminta maaf.
Misri masih saja emosi kepada Mina. “Ore weruh tah ari lakinire kien pegel entas megawe? Sire mah selawase mongkonon bae. Kien kayane mah conto-conto rabi sing ore hormat ning laki, kaye wadon kesrek bae,” lanjut Misri mengeluarkan kata-kata pedas kepada Mina.
Mina pun pergi ke kamar dan menangis karena hatinya telah dilukai suaminya hanya karena tidak menyambut sang suami datang. Melihat Mina yang menangis tersendu-sendu, Misri pun termenung, sadar kata-katanya telah membuat Mina sakit. Misri pun menghampiri Mina dan meminta maaf sekalugus menenangkannya.
Namun Mina urung membaik. “Wis Kang merane aje marek-marek. Wadon kesrek kite mah,” kata Mina dengan linangan air mata yang terus bercucuran.
Wajah penuh emosi menyingkapi kelakuan suaminya. Ya, pribahasa lidah tak bertulang lebih tajam dapi pada pedang memang benar. Dan Mina mengalaminya.
Hingga akhirnya orangtua Mina turun tangan. Jidi dan Siti yang semula mendiamkan permasalahan pada anaknya mulai ikut campur. Jidi tidak terima anaknya selalu dimarah-marahi dan dibentak dengan kata-kata kasar. Hal ini lantaran Jidi tidak pernah melakukannya kepada Siti yang tak lain ibunda Mina.
Jidi pun tanpa pikir panjang, mengusir Misri dari rumahnya. “Wis metu merane sire Misri sing umah kite, aje marek-marek maning sire. Laki ore bener sire. Ore pantes dadi laki sire mah. Wis mulai siki, sire karo anak kite lake hubungan laki-rabi maning,” Jidi mengusir Misri dan menyuruhnya bercerai dengan Mina.
Misri pun pergi. Meski Misri tidak mengucapkan talak tanda perceraian, Mina dan keluarganya sudah tidak menganggap Misri jadi bagian dari keluarga lagi.
Mina akhirnya menjadi orangtua tunggal justru di saat usianya masih 22 tahun. Hari-hari setelah bercerai dengan Misri berlalu seperti biasa. Namun beberapa minggu kemudian, Mina mulai sakit-sakitan. Mina sering kesurupan roh jahat. Keluarganya menduga ini adalah ulah Misri, yang mengirim guna-guna kepada Mina lantaran tidak terima dengan perceraian dan perlakuan orangtuanya yang mengusir Misri secara tidak hormat.
Setelah sebulan berlalu, Mina yang sering kesurupan mulai mereda dan membaik. Ini karena Mina sering dibawa kepada ‘orang pintar’ dan diobati.
Mina pun akhirnya dapat menjalani hari-hari dengan baik tanpa gangguan mantan suaminya. Mina setiap hari berkerja sebagai pelayan warung di dalam pabrik. Berjualan nasi, gorengan, kopi, dan muniman lainnya. Ini dilakukan untuk menafkahi anaknya Jepri yang masih berusia 4 tahun jalan. (Haris-Zetizen/Radar Banten)