MARBOT atau pemelihara masjid oleh banyak kalangan diartikan sebagai seseorang yang ditugaskan menjaga kebersihan masjid. Marbot berperan penting bagi kelangsungan proses ibadah yang diadakan di dalam masjid, khususnya salat. Selain mengumandangkan azan setiap waktu salat, marbot juga melakukan pekerjaan lain. Mulai dari membersihkan area masjid, mengepel lantai masjid, sampai menyedot debu-debu yang menempel pada karpet masjid menggunakan vacum cleaner,.
Hal itu dilakukan marbot setiap hari dengan ikhlas dan tanpa pamrih atas dasar ibadah. Sama halnya dengan yang dijalani Juki (29), nama samaran. Namun, apa yang dilakoni Juki tak disetujui istrinya, sebut saja Ani (28). Hal itu dipicu lantaran penghasilan Juki sebagai penjaga masjid pas-pasan dan tidak menentu. Hanya cukup buat makan sehari-hari. Kadang, tidak dapat sama sekali.
Penghasilan Juki didapat seikhlasnya dari pemberian orang. Mungkin, hidup dengan Juki diibaratkan sehari makan, dua hari puasa. Lantaran itu, selama tiga tahun rumah tangga mereka kerap didera prahara. Terutama ketika membahas kebutuhan di rumah, baik untuk makan maupun keperluan lainnya.
Menganggap Juki tak akan bisa menghidupi keluarga, Ani akhirnya meminta cerai dan mengambil hak asuh anak. Juki kini tinggal di kontrakan tak jauh dari masjid yang dibiayai warga.
“Itu hanya alasan, intinya dia (Ani-red) ingin punya suami mapan, enggak kayak saya, belangsak (sengsara-red),” ujarnya.
Pernyataan Ani dinilai klise dan tidak beralasan oleh Juki yang terus dihantui rasa curiga. Bagaimana tidak, Ani memutuskan pergi setelah dia diterima bekerja sebagai guru honor di salah satu sekolah. Ironisnya, pekerjaan yang didapat Ani itu, tak lain buah hasil perjuangan Juki yang kenal dekat dengan pimpinan sekolah di mana Ani bekerja.
Bosnya Ani, sebut saja Ardi, kenal dengan Juki gara-gara pertemuan mereka di masjid secara tak sengaja. Saat itu seperti biasa Juki sedang membersihkan masjid, tiba-tiba Ardi masuk dan numpang salat usai mengunjungi rekannya di kampungnya Juki. Sampai akhirnya, terjalin keakraban di antara keduanya setelah banyak berbincang.
“Jaga masjid juga banyak hikmahnya. Maaf, bukannya riya, kalau bukan karena saya, belum tentu dia (mantan istri-red) bisa kerja. Tadinya, saya pikir kalau istri kerja bisa bantu-bantu nambah penghasilan,” terangnya kesal.
Pedihnya, alasan Ani pergi meninggalkan Juki karena adanya pihak ketiga, yakni laki-laki yang dikenalnya di sekolah dan berstatus bujangan. Diceritakan Juki, dulunya Ani yang ngebet ingin mendapatkan hati Juki. Wajar, paras Juki lumayan untuk ukuran seorang marbot. Apalagi, saat itu Juki juga berstatus mahasiswa di salah satu perguruan tinggi ternama jurusan pendidikan agama.
Juki sendiri bisa kuliah dari biaya Ketua DKM yang memang seorang pengusaha. Juki bertemu dengan Ani di kampus yang sama hanya beda jurusan. Melihat sifat Juki yang lucu dan tidak kaku serta namanya juga cukup tenar di kampus, langsung memikat hati Ani. Ani juga lumayan cantik, tinggi, dan menarik. Ani belum tahu kalau Juki marbot masjid di kampungnya.
Singkat cerita, mereka berpacaran. Setelah beberapa bulan menjalin hubungan, Ani mulai mengetahui tentang Juki yang sebenarnya. Setiap pulang kuliah, Juki rutin merubah penampilan menjadi sosok santri.
“Ani sih enggak kaget, cuman bertanya-tanya saja. Kok mau? Saya jawab ‘kalau saya enggak jadi marbot, saya enggak kuliah, saya kan anak yatim’, akhirnya dia (Ani-red) paham,” jelasnya. Subhanallah.
Atas kejujuran Juki, Ani pun menerima segala kekurangan itu. Sampai akhirnya, Ani mau dipinang Juki ke pelaminan, meski dari sejak lulus kuliah keduanya tak kunjung memiliki pekerjaan. Dipikir keduanya, dengan menikah rezeki akan mengikuti. Menikahlah mereka, disambut tangis haru dan bahagia dari kedua pihak keluarga mempelai. Karena sama-sama mengenal baik ajaran Islam, adegan ranjang di malam pertama pun, mereka tak banyak gaya alias normal saja. Bahkan, terbilang super cepat. Wajar, tradisi membelah duren menjadi yang pertama kalinya bagi mereka.
Sambil menunggu pekerjaan itu datang, Juki melanjutkan profesinya sebagai marbot. Begitu pula dengan Ani yang mulai belajar menjadi ibu rumah tangga. Tak ada keanehan pada rumah tangga mereka awalnya, keduanya masih bisa saling menerima meski hidup seadanya dan tinggal di kontrakan tanpa bayar sewa, yakni difasilitasi Ketua DKM.
Sampai kelahiran putra pertamanya, mulailah terjadi perselisihan. Sejak itu, Ani merasa memiliki anak di rumah, otomatis menambah kebutuhan. Dan itu, tak mampu dipenuhi Juki yang hanya mengandalkan pendapatan sebagai marbot.
“Saya bilang, walaupun jadi marbot, rezeki ada saja Neng (memanggil Ani-red). Insya Allah barokah,” ujarnya.
Namun, situasi itu malah semakin menimbulkan percekcokan. Ani menjadi lebih sensitif dan banyak tuntutan, sampai-sampai meminta Juki mencopot jabatan marbotnya. Menanggapi itu, Juki tenang-tenang saja karena merasa sudah maksimal mencari kerja.
“Saya juga sudah berusaha, mungkin rezekinya saja yang belum datang,” kilahnya.
Sampai suatu waktu, bertemulah Juki dengan Ardi dan membujuk pimpinan sekolah itu untuk menerima Ani bekerja sebagai guru honor. Dipikirnya waktu itu, lumayanlah ada penghasilan daripada menganggur. Sementara, Juki menikmati dulu hari-hari sebagai marbot, yang penting masih dapat buat makan. Awalnya, Ani senang. Namun, apa yang terjadi selang beberapa bulan bekerja. Ibarat air susu dibalas air tuba, bukannya Ani berterima kasih malah memutuskan menyudahi rumah tangganya dengan alasan tidak pernah diberikan nafkah. Padahal kenyataannya, Ani kepincut dengan lelaki lain teman seprofesinya. Astaga. Bahkan, hubungan mereka berlanjut sampai ke jenjang pernikahan.
“Nah ini, makanya hati-hati istri kepengin kerja, banyak kasusnya, ujung-ujungnya dapat gebetan baru lalu pergi deh,” tandasnya ketus.
Sabar ya Mas. Mungkin berpisah dengan Ani ada hikmahnya. Buktinya, Juki kini bekerja sebagai guru honor juga dan punya usaha kecil-kecilan. Tuh kan! (Nizar S/Radar Banten)