NASIB kurang beruntung menghinggapi Munaroh (35), bukan nama sebenarnya. Ia memiliki suami yang sama sekali tak tahu diuntung, sebut saja Bambang (36). Bagaimana tidak, Munaroh rela dimadu dan diberikan nafkah secukupnya, tapi Bambang masih memperlakukannya seperti pembantu. Ow ow ow. Bambang jahat.
Munaroh terlalu sabar menghadapi sikap Bambang yang emosional dan tak pernah menghargai perhatian Munaroh yang tulus dan ikhlas kepada Bambang. “Seperti kemarin saja, pas dia lagi dirawat di rumah sakit habis tabrakan. Bukannya terima kasih sudah saya urus, malah marah-marah, kurang ajar kan?” keluhnya. Waduh benar-benar kelewatan ya Mas Bambang.
Padahal, Munaroh sampai mengajukan cuti kerja sebagai pembantu rumah tangga demi merawat Bambang. Bukannya berubah menjadi lebih baik dan menyadari kesalahannya, Bambang malah makin berulah.
Di rumah sakit dengan kondisi cukup mengenaskan, yakni mengalami patah tangan, Bambang masih sempat-sempatnya asyik-asyikan bermain api dengan wanita lain selain istri keduanya. Astaga, tobat Mas Bambang! Namun, anugerah bagi Bambang yang memiliki istri sebaik Munaroh yang hatinya seperti bidadari.
Munaroh masih bersabar dan menerima sikap dan perilaku Bambang sampai saat ini. Lantaran itu, rumah tangga mereka sampai saat ini masih berjalan, meskipun prahara terus menerpa Munaroh dan kedua anaknya.
“Sebetulnya capek, Kang. Tapi, saya ingat anak. Mungkin dia (suami-red) begitu juga ada sebabnya. Bisa saja, servis saya kurang baik,” ujarnya merendah.
Munaroh mengaku, sama sekali tak pernah bermimpi bisa memiliki suami yang sikapnya seperti Bambang. Selain doyan main perempuan, Bambang juga orangnya temperamental. Tak sadar kalau profesi Bambang hanya petugas sekuriti di sebuah industri di Serang, bukan don juan atau bahkan pejabat. Namun, bukannya membahagiakan Munaroh yang rela dipoligami dan membantunya mencari nafkah, malah kerap memperlakukan Munaroh seperti pembantu di rumah seperti perlakuan sang majikan.
“Kalau lagi di rumah, paling asyik-asyikan di depan TV. Terus, seenaknya menyuruh ini itu, ambilin ini ambilin itu. Pokoknya sudah kayak majikan deh. Anak-anak juga kesel lihatnya,” keluhnya.
Diceritakan Munaroh, pertemuannya dengan Bambang berawal dari cinta lokasi. Dulu Munaroh dan Bambang bekerja di pabrik yang sama. Munaroh sebetulnya saat itu, sudah menyadari perangai Bambang yang buaya. Namun, rayuan maut Bambang dengan speak najisnya mampu meluluhkan hati Munaroh. Kebetulan, keduanya masih single alias parawan dan bujang. Merasa ada kecocokan, mereka pun sepakat untuk melanjutkan hubungan sampai ke pernikahan. Konsekuensinya, Munaroh harus mengalah keluar dari pekerjaan sesuai aturan perusahaan, di mana suami istri tidak boleh berada pada satu perusahaan.
“Kita pacaran cuma sebulan. Maklum, waktu itu kita sama-sama bujang dan perawan tua. Makanya, saya terima lamaran Kang Bambang. Lagian, dulu dia orangnya baik dan perhatian,” terangnya. Kena deh.
Diakui Munaroh, setelah menikah juga sikap Bambang masih menunjukan karakter suami yang diidamkan setiap setiap istri. Bambang selalu memenuhi permintaan Munaroh. Terlebih, ketika mengidam. Munaroh dimanja dan disayang oleh Bambang. Seiring waktu, lahirlah anak pertama mereka. Betapa bahagianya Munaroh, seolah hidup terasa sempurna saat itu. Tak sadar kalau pemandangan itu merupakan saat-saat terakhirnya merasakan kebahagiaan.
Bambang mulai kepincut dengan wanita lain di tempat kerjanya, sebut saja Nunung. Wanita itu lebih cantik dan bohai daripada Munaroh. Tak ingin melewatkan kesempatan, Bambang mulai menjalankan aksinya kerap bermulut manis di depan Nunung. Secepat kilat, Bambang mampu membuat Nunung jatuh ke pelukannya. Hebatnya, Nunung bisa diyakinkan Bambang agar rela dijadikan istri kedua.
“Ya, heran saya juga. Kang Bambang, ganteng juga kagak. Tapi, kok cewek-cewek bisa dibuat kelepek-kelepek sama dia,” akunya. Boleh juga tuh trik Bambang. Hehehe.
Akhirnya, Bambang meminta restu kepada Munaroh untuk poligami dengan menikahi Nunung. Dengan alasan yang dinilai Munaroh cukup masuk logika sehingga mampu meredam amarahnya. Alasan Bambang, ‘Lebih baik malu kepada masyarakat daripada malu kepada Tuhan’, artinya lebih baik poligami ‘halal’ daripada jajan sembarangan yang jelas-jelas diharamkan agama. Namun, jangan ditiru juga ya alasan Bambang. Kalau tidak bisa berlaku adil terhadap kedua-duanya dan hanya mengejar nafsu semata, tidak jadi halal.
“Saya berpikir waktu itu ada benarnya. Tapi, ternyata alasan itu hanya akal-akalan suami saja. Buktinya, dia enggak bisa berlaku adil dan lebih banyak menjenguk yang muda,” ungkapnya.
Sikap suaminya itu pun sempat membuat Munaroh bingung dan sempat berpikir untuk menggugat cerai Bambang. Namun, kedua pihak orangtua melarangnya dan meminta Munaroh untuk merelakan pilihan Bambang berpoligami. Hanya saja, Munaroh masih belum menerima sikap Bambang yang masih main api dengan wanita lain selain istri keduanya. Kondisi itu pun diketahui istri keduanya sehingga membuat Munaroh dan Nunung geram. Namun, lagi-lagi keduanya tidak berdaya karena posisi Bambang diuntungkan. Apalagi, Nunung setelah keluar dari pekerjaan, hanya menjadi ibu rumah tangga dan tinggal di kontrakan. Masih mending Munaroh, jadi pembantu juga ada penghasilan bulanan, meski masih terbilang kurang untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
“Saya masih tahan, tapi Nunung sepertinya kecewa berat. Makanya, pas tahu Mas Bambang kecelakaan, Nunung enggak datang. Jadi, selama seminggu di rumah sakit, Kang Bambang saya yang rawat,” ungkapnya.
Namun, apa balasan Bambang untuk Nunung yang tidak menjaga dan merawatnya di rumah sakit? Penyakit Bambang malah makin menjadi-jadi. Saat Bambang tidur, Munaroh memeriksa ponsel Bambang. Betapa terkejut Munaroh mendapati banyak pesan singkat Bambang dengan beberapa perempuan yang mengarah ke perbuatan mesum.
“Buset dah, sudah pengkor juga bukannya eling, malah makin gila. Punya suami tak tahu diuntung. Kayaknya, kudu digantung. Ya, sekarang sabar saja, kita lihat mau sampai di mana, saya jabanin,” tegasnya. Sabar ya, Teh. (Nizar S/Radar Banten)