PANDEGLANG, RADARBANTEN.CO.ID – Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Pandeglang menyebutkan bahwa kasus pencabulan menjerat oknum Anggota DPRD Kabupaten Pandeglang berinisial YT terhadap MI tidak bisa diselesaikan secara Restorative Justice (RJ) atau secara dialog dan mediasi.
Menurut Ketua LPA Gobang Pamungkas, kasusnya tidak bisa diselesaikan secara RJ karena dari kedua belah pihak baik terlapor dan pelapor tidak hadir melakukan pencabutan Laporan Polisi Nomor LP/B/126/IV/2022/SPKT/Res. Pandeglang/Banten tanggal 22 April
2022 tentang tindak pidana perbuatan cabul sebagaimana dimaksud dalam pasal 289 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman 9 tahun.
“Kalau syarat RJ itu korban dan terduga pelaku ada kesepakatan damai. Dengan datang secara bersama ke Kantor Polisi untuk mencabut laporannya,” kata Ketua LPA Pandeglang Gobang Pamungkas kepada RADARBANTEN.CO.ID, Senin (28/11/2022).
Sementara ini, diungkapkan Gobang, pencabutan LP secara formal tidak dipenuhi. LP kasus pencabulan dengan terduga oknum anggota dewan masih tergistrasi di Polres Pandeglang.
“Ketika korban meminta proses hukum dilanjutkan maka oleh pihak kepolisian dilanjutkan. Karena memang dianggap tidak ada musyawarah,” katanya.
Gobang mengaku, kalau kehadirannya ke Polres Pandeglang bagian dari kelanjutan proses hukumnya. Jadi ia selaku Ketua LPA Kabupaten Pandeglang turut dimintai keterangan oleh Penyidik Polres Pandeglang.
“Hari ini pemeriksaan saksi, kebetulan saya ketua LPA bersama Ani Permatasari Kabid Penindakan dan Konseling LPA Pandeglang. Saat buat LP korban turut mendampingi,” katanya.
Gobang menegaskan, kehadirannya juga ingin meluruskan kabar beredar kalau LPA turut memediasi itu tidak benar. Jadi perlu diketahui bersama bahwa LPA awalnya tidak mengetahui kalau korban sudah berusia lebih dari 18 tahun atau 18 tahun lebih enam bulan.
“Nah kita tahu bahwa usianya sudah 18 tahun, itu setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik PPA Polres Pandeglang. Kalau pas pada saat melapor ke LPA, ibu korban hanya melaporkan bahwa korban kelas 3 SMK, tidak berbicara usia, namun pada saat didampingi oleh petugas kami dari LPA, pada saat berita acara di Unit PPA Polres Pandeglang, baru ketahuan ternyata usia korban, meskipun baru kelas 3 SMK usia korban sudah 18 tahun lebih 6 bulan,” katanya.
Ketika dinyatakan usia korban sudah lewat 18 tahun maka secara otomatis LPA tidak dapat melanjutkan proses pendampingan. Lantaran mengacu pada Undang-undang Perlindungan Anak ini maksud dengan anak itu batasan maksimalnya 18 tahun to.
“Jadi usia harus 18 tahun maksimal, tidak boleh lebih satu hari dua hari begitu. Nah setelah itu, kami sampaikan itu pada korban dan ibu korban bahwa kami sudah tidak lagi mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pendampingan hukum mengingat Undang-Undang bahwa yang dimaksud anak-anak itu sampai 18 tahun sedangkan korban sudah mau 19 tahun sehingga tidak masuk perlindungan anak,” katanya.
Akan tetapi, diakui Gembong, ibu korban yakni Yy memohon agar tetap didampingi karena tidak punya kenalan pengacara. Kemudian diberikan pendampingan namun tidak membawa institusi LPA.
“Ibu korban dan korban menuntut korban meminta maaf dan mengajukan syarat-syarat. Namun ternyata tidak pernah dipenuhi oleh terduga pelaku sehingga membuat ibu korban dan korban marah dan melanjutkan proses hukum,” katanya.
Kabid Penindakan dan Konseling LPA Pandeglang Ani Permatasari mengatakan, kalau dirinya suka melakukan konseling dan trauma healing.
“Kami harus bicara fakta memang ada semacam trauma sejak melaporkan ke kita. Korban sering teriak dan sebagainya, gitu, yang jelas korban ini luar biasa marahnya kepada pelaku,” katanya.
Reporter : Purnama Irawan
Editor : A Rozak