SERANG – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Provinsi Banten Rachmat Halim mengkritik Pemerintah Provinsi Banten. Pihak Hiswana Migas Banten menilai Pemprov Banten kurang melakukan pengawasan terhadap distribusi gas LPG tiga kg. Kritik yang dilakukan Hiswana Migas itu menyusul langkanya gas berukuran tiga kilogram di sejumlah penyedia gas eceran di semua daerah di Provinsi Banten, sejak beberapa pekan lalu.
Ketua Dewan Penasihat DPD Hiswana Migas Banten Rachmat Halim mengatakan, tidak ada kelangkaan gas di daerah Banten. Menurutnya, hal itu karena kuota LPG tiga kilogram di Banten lebih dari kuota yang ditentukan oleh pemerintah yakni jika penduduk Banten mencapai 12 juta jiwa dan 30 persennya adalah penduduk miskin, maka kuota LPG 3 kg-nya di bawah 6000. Namun, kata dia, pendistribusian gas tiga kg di Banten justru mencapai 9000-an, sehingga tidak mungkin terjadi kekurangan.
“Saya sudah mendapat informasi masalah ini, terutama di Cilegon, menurut saya ini masalah klasik, dan bukan kekurangan, tetapi ada kelemahan tata niaga di Banten setiap orang bisa beli gas LPG 3 kg yang seharusnya hanya orang miskin saja,” kata Rachmat ditemui di kantornya di Kebon Jahe Kota Serang.
Ia menuturkan, selain lemahnya tata niaga oleh pemerintah, penyebab banyak oknum dan kekurangan gas LPG itu adalah banyak orang yang mampu memposisikan diri sebagai orang yang miskin, padahal sudah sangat jelas dalam ketentuannya gas LPG 3 kilogram tersebut diperuntukan warga yang penghasilannya Rp1,5 juta ke bawah.
“Berdasarkan permintaan Bappenas jatahnya satu KK dua tabung, apakah semuanya miskin kan tidak. Kalau mereka orang kaya, mereka tidak akan dua tabung minimal itu empat, cek saja di rumahnya. Jadi informasi itu, dibandingkan dengan hasil analisa peruntukannya saja yang tidak sesuai, bukan kekurangan,” katanya.
Kemudian, dia menilai, seharusnya dilakukan pembatasan penyediaannya, sebab, gas LPJ 3 Kg tersebut bersubsidi. Artinya, kata dia, pemerintah harus menginformasikan dan mengusahakan gas tersebut tepat sasaran yaitu untuk warga yang kurang mampu. Ia meminta pada masyarakat untuk mulai menyadari masalah ini, begitupun kepada warga yang mampu untuk segera beralih membeli gas non subsidi.
“Harganya memang jauh, yang 12 Kg saja, kalau beli di pasar Rp140-an, itu yang akhirnya mereka ada alasan. Namun, kini beberapa perusahaan gas sudah menyediakan pilihan yakni tabung ukurang 5,5 Kg, sejak Agustus lalu, harganya juga murah,” tuturnya.
Rachmat juga meminta kepada pemerintah setempat untuk melakukan pengawasan dengan turun langsung ke lapangan, menurut dia, masyarakat perlu diberikan pemahaman agar mulai berani beralih ke gas non subsidi. Ia menjamin, gas non subsidi lebih aman dan menjamin juga lebih hemat dibandingkan dengan gas subsidi.
“Masyarakat sebenarnya mampu, saya berani taruhan, kalau dipikir secara logika, tidak ada ruginya beralih ke gas non subsidi karena selama ini pengeluaran masyarakat tidak terkontrol, seperti beli pulsa sebulan berapa, rokok berapa,” ucapnya.
Rachmat juga mengamati sejumlah daerah yang sudah menerapkan peraturan bagi PNS yang diwajibkan menggunakan gas non subsidi dan bukan tiga kilogram seperti Kota Bandung, Jawa Barat dan itu berhasil. Menurut dia, selain, itu ada ketentuan bagi pengusaha untuk tidak membeli gas tiga Kilogram karena gas itu dikhususkan bagi penduduk miskin.
“Jadi bukan kurang, itu karena kesalahan masyarakat dalam membeli barang, karena rasio Cilegon per KK sudah lima tabung, tidak mungkin kekurangan, dan itu karena banyak orang mampu dan pengusaha Warteg menggunakan tabung tiga Kilogram bersubsidi,” ucapnya. (Ade F)