Oleh Hilman Lemri
Hal yang membuatku kikuk dan terbata menjawab pertanyaan dari polisi bukan karena ini kali pertama aku diinterogasi.
Bukan pula takut bakal mendekam dalam penjara karena aku cuma sebatas saksi. Justru pikiranku tidak lepas dari kepala Tuk yang bersimbah darah akibat dihajar oleh Marja dengan kayu bakar. Mengerikan.
Bagaimana mungkin Marja yang demikian lugu dan senantiasa menjadi bahan kami mendapat keceriaan menjadi beringas tak terkira.
Semenjak punya gawai dan keranjingan mengudap tiap berita yang tersaji di dalamnya, Marja teman kami yang lugu, dekil dan kampungan tapi kami suka memang kini berubah adanya.
Perubahan itu terjadi bukan semata soal sikap, misal seperti cara dia berjalan, tertawa dan duduk.
Namun, juga soal penampilan. Ya, betapa penampilan kemudian menjadi perihal yang sangat penting baginya.
Maka rambut klimis dan pakaian necis adalah penampakan Marja kini. Dia yang dulu selalu salah dalam memadu kostum, bahkan sering kena interupsi saat kondangan karena pakaiannya demikian buruk kini tak mungkin terjadi lagi.