SERANG – UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten pada Rabu (20/10) menyelenggarakan Dies Natalis ke-59. Acara ini dihadiri oleh Menteri BUMN Erick Thohir untuk berorasi ilmiah, rektor pemimpin perguruan tinggi di Banten, dan lainnya.
Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Prof Dr Wawan Wahyudin M.Pd saat memberikan sambutan dies natalis mengulas sejarah Banten. Kata Wawan, dalam sumber sejarah resmi kesultanan Banten, Syajarah Banten, disebutkan bahwa Sultan Maulana Hasanuddin dinobatkan menjadi raja Banten oleh ayahnya, Sunan Gunung Jati. “Penobatannya sebagai raja Banten berlangsung saat Banten lepas dari kesultanan Demak dan menjadi sebuah kerajaan mandiri pada tahun 1546, saat wafatnya Sultan Demak III, Pangeran Trenggana. Hasanuddin adalah menantu dari Pangeran Trenggana dan kakak ipar Ratu Jepara. Kekuasaan Hasanuddin berakhir saat wafat sekitar tahun 1570,” ungkap Wawan.
Dalam sumber tersebut juga, lanjut Wawan, disebutkan bahwa Maulana Hasanuddin diperintahkan oleh ayahnya, Sunan Gunung Djati, untuk membangun kawasan ibukota di pinggir pantai lengkap dengan masterplan yang menunjukkan dengan jelas dimana lokasi yang paling tepat untuk dibangun istana, alun-alun, dan pasar.
“Punika ing karsanisun, karyanen kutha ingriki, ing kene gawenen pasyar, lan puniki gosong tinggi, mangka Susunan andunga, nunten kang gosong wus radin. ing kene engon, alun-alun, lan watu gigilang iki, pacuwan gingsir sing nggonnya, salawase ing riki, lamon tah iki gingsira yakti rusak kang nagari lan padaleman ing rika,” Wawan mengutip Pupuh XIX Babad Banten.
Sayangnya buku sejarah resmi kesultanan Banten abad ke-17 tersebut tidak menyebutkan sumber pendanaannya serta bagaimana teknis pembuatannya. Dengan membaca buku sejarah tersebut, hanya dapat membangun sebuah kesimpulan inferensial bahwa Banten saat itu memiliki dana besar dan kompetensi memadai sehingga mampu membangun kawasan ibukota baru di pinggir pantai yang berjarak sekitar 8 km dari kawasan ibukota lama eks Kerajaan Banten Girang.