KABUL – Menteri Pertahanan Afghanistan Abdullah Habibi dan Kepala Staf Militer Qadam Shah Shaheem mengundurkan diri, Senin (24/4) waktu setempat. Aksi itu berkaitan dengan serangan Taliban di pangkalan militer Camp Shaheen di Kota Mazar-i-Sharif pada Jumat (21/4).
Diduga, serangan yang menewaskan lebih dari 140 prajurit tersebut merupakan serbuan Taliban yang paling mematikan selama 15 tahun terakhir. Penduduk yang marah menuntut Habibi dan Shaheem untuk mendur.
“Presiden Ashraf Ghani telah menerima pengunduran diri Menteri Pertahanan dan Kepala Staf Militer.’’
Demikian bunyi pernyataan dari istana kepresidenan Afghanistan. Pengunduran diri itu hanya berlangsung beberapa jam sebelum kedatangan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) James Mattis ke Kabul, Afghanistan.
Rencananya, Mattis bertemu dengan Habibi dan Ghani. Namun, tentu rencana tersebut diubah. Departemen Pertahanan AS menyatakan bahwa kunjungan Mattis itu bertujuan menegaskan kembali aliansi militer AS dan mendiskusikan kerja sama untuk melawan terorisme. Setelah serangan yang dilakukan Taliban, tak tertutup kemungkinan Afghanistan meminta sekutunya tersebut menyerang dengan pengeboman besar-besaran.
Dalam serangan di Camp Shaheen, sepuluh pelaku memakai seragam tentara Afghanistan dan masuk ke pangkalan dengan truk militer. Mereka tidak hanya membawa senjata api, tapi juga melengkapi diri dengan rompi berisi bom.
Begitu masuk, mereka menuju ke masjid dan ruang makan, lantas menembaki para tentara yang tidak bersenjata dari jarak dekat. Serangan itu terjadi selama enam jam. Setelah serangan tersebut, 12 pejabat militer langsung dipecat karena dianggap lalai. Dua di antaranya sudah berstatus jenderal.
Menurut versi Taliban, serangan itu merupakan balasan dari tewasnya dua petinggi mereka karena serangan udara pasukan AS. Salah satunya adalah Quari Tayib yang tewas saat serangan udara di Provinsi Kunduz. Analis militer menyebutkan, serangan tersebut menunjukkan bahwa Taliban makin kuat. Hal itu juga merupakan kegagalan total dari intelijen di militer Afghanistan.
Sejak misi pasukan NATO di Afghanistan berakhir pada Desember 2014, pasukan Afghanistan memang sulit mengalahkan Taliban. Pada 2016, ada 6.800 tentara dan polisi yang tewas di Afghanistan. Jumlah tersebut naik 35 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. (JPG/RBG)