Minah (35), nama samaran, nyaris cerai dengan suaminya, sebut saja Udin (35). Hal itu dipicu oleh sikap Minah yang gampang terhasut orang lain sehingga sering bertikai dengan suami. Namun, berkat buah kesabaran Udin, emosi Minah pun akhirnya redam dan membatalkan niatnya untuk pisah dan kembali harmonis dalam membangun rumah tangga. Bagaimana kisahnya. Kita simak yuk!
Ditemui Radar Banten di Kecamatan Padarincang, Minah siang hanya mengenakan daster tampak baru selesai mandi duduk di depan warung. Ketika diajak berbincang, Minah yang memiliki paras manis itu menyambut dengan ramah dan berkenan untuk menumpahkan curahan hatinya tentang masa lalu. Diceritakan Minah, pertemuannya dengan Udin pada masa SMA. Kebetulan waktu itu Minah baru putus dengan mantannya saat perayaan kelulusan di Bandung. Udin yang memang sudah memperhatikan Minah langsung mengajak berkenalan. Melihat sosok Udin yang ramah, Minah pun menerima ajakan untuk berkenalan dan memberikan nomor teleponnya. Sejak pertemuan itu, merasa ada kecocokan keduanya semakin intens menjalin hubungan. “Mas Udin orangnya ramah dan mudah bergaul. Orangnya juga asyik dan enggak sombong, jadinya nyaman bareng dia,” akunya. Bukan karena ganteng ya!.
Udin terlahir dari keluarga sederhana. Ayahnya hanya pekerja pabrik dan ibunya usaha warungan. Namun, keramahan dan pandai berkomunikasi yang dimiliki Udin membuatnya menjadi pusat perhatian banyak wanita. Minah sendiri bukan perempuan biasa. ayah Minah cukup terpandang di kampung. Wajah Minah manis dan menarik, kulit putih, tubuh ideal membuat Udin kesemsem dibuatnya. Banyak lelaki di kampungnya mengagumi secara diam-diam terhadap sosok Minah. Lantaran itu, selama menjalin pertemanan Udin merasa spesial di mata orang lain karena Minah. Makanya, tak perlu waktu lama untuk Udin menyatakan hasratnya kepada Minah. Beruntung Minah menerima kehadiran Udin. Mereka akhirnya resmi pacaran. “Belum lama hubungan, kita berdua sudah dapat desakan orangtua supaya cepet kawin, ditambah teman juga yang lebih dulu nikah nyindir-nyindir,” katanya.
Padahal, masa-masa pacaran kala itu Minah dan Udin sedang mengalami masa-masa sulit mencari modal untuk menikah. Waktu itu Udin masih berstatus pengangguran. Kondisi itu membuat keduanya tertekan. Namun situasi tak berlangsung lama. Udin berhasil membujuk ayahnya menjual tanah untuk modal nikah. “Saya terharu lihat perjuangan dia demi nikah sama saya,” kenangnya. Subhanallah ya.
Awalnya keluarga Minah sempat ragu. Sampai akhirnya kedua orangtua tak bisa berbuat banyak melihat keinginan Minah yang ingin segera dipinang Udin. Tak butuh waktu lama, keduanya menikah dan menggelar pesta pernikahan sederhana. Mengalami rumah tangga, Udin yang memang banyak dikenal di kampungnya kadang tak ada batasan untuk bergaul dengan orang lain, bahkan sama perempuan sekalipun. “Tapi urusan itu (dekat sama wanita-red) sih saya enggak masalah. Saya yakin dia setia. Itu mah sudah kita bicarakan dan saling mengerti,” tegasnya. Bagus dong kalau gitu saling percaya.
Mengawali rumah tangga, Udin tak canggung kepada keluarga sang istri meski masih berstatus pengangguran. Santai dan banyak bicara, ia pandai mencuri hati mertua, berbaur dengan kerabat dan tetangga. Pokoknya orangnya ramahlah. Namun, namanya rumah tangga tak lepas dari prahara, terutama urusan ekonomi. Rumah tangga Minah dan Udin pun mulai terusik ketika sindiran dan cacian dari bibi dan saudara Minah mengarah kepada kekurangan Udin. Suaminya dibanding-bandingkan dengan menantu yang lain. “Waktu itu saya sempat kemakan omongan bibi dan saudara yang mungkin bikin Mas Udin sakit hati,” akunya. Gimana maksudnya tuh Mbak. “Ya gitu, saya sering marah-marah. Terus ngebentak, bahkan enggak ngomong sampai berhari-hari sama suami,” sesal Minah. Jangan suka menghakimi tanpa bukti loh Mbak.
Setahun usia pernikahan, Minah dan Udin dikaruniai bayi laki-laki lucu dan menggemaskan. Situasi itu membuat keduanya melupakan pertengkaran sejenak dan mulai harmonis. Namun, lagi-lagi Minah mendapat hasutan sudaranya yang dari awal tidak menyukai sosok suaminya itu. Udin pun mulai dibanding-bandingkan lagi dengan sosok suami orang lain, termasuk suami sudaranya. “Waktu awal nikah, suami saya sudah kerja dan langsung punya rumah,” begitu kata Minah menirukan sindiran saudaranya.
Minah pun termakan hasutan itu dan membuatnya mendadak menjadi benci terhadap suaminya. Sikapnya mulai berubah, lebih banyak diam dan cuek terhadap suami. Sampai suatu hari, Minah tak bisa memendam amarah, ia mengamuk dan memarahi Udin yang dinilainya tidak becus dan tidak bertanggung jawab sebagai suami. Mendengar cacian Minah, Udin tetap menyikapinya dengan lembut sambil mengucap kata sabar dan meminta maaf. Mendengar ucapan Udin, Minah terdiam dan mulai berpikir jernih. Pikiran dan emosinya larut dalam belaian kelembutan suami. Dua minggu kemudian, Udin memutuskan pindah ke rumah kontrakan sederhana. Minah menurut dan membawa serta si buah hati. Dengan usaha dan kerja keras Udin, lima tahun kemudian diterima bekerja di pabrik dan mampu membangun rumah. “Untung waktu itu Mas Udin enggak sampai menerima kata-kata cerai dari saya. Ternyata Mas Udin memang suami terbaik,” pujinya.
Kini Udin dan Minah pun hidup bahagia. Selamat ya Mbak Minah, semoga langgeng. Amin (mg06/zai/ags)