Bertubuh ideal, tampan, dan energik, begitulah gambaran sosok Borek (61) bukan nama sebenarnya. Ditemui wartawan saat melepas lelah di sebuah masjid, Borek yang memiliki dua anak mengaku menikmati masa tua bersama sang istri tercinta, sebut saja Munah (57).
Meski awalnya sempat malu-malu ketika diminta bercerita tentang masa muda, Borek akhirnya tak bisa memendam gejolak curahan hatinya tentang berbagai pengalaman menarik masa lalu. Sambil mengubah posisi duduk, ia berkata pelan sambil mengingat momen yang pernah dilalui bersama sang istri.
“Waktu itu saya berusia sekira 30 tahun dan istri 26 tahun. Wah, kita lagi sayang-sayangnya, Kang,” seloroh Borek kepada Radar Banten.
Terlahir dari keluarga sederhana, masa kecil Borek berlangsung ceria. Disayangi kedua orangtua, ia tumbuh menjadi anak periang dan mudah bergaul. Maklumlah meski tidak kaya, sejak kecil Borek selalu dididik untuk berpikir terbuka. Mempelajari bahasa Inggris dan kemampuan berhitung bersama sang ayah, ia menjadi anak unggul dibandingkan teman-teman seusia.
Sampai beranjak remaja, beragam prestasi diraih, baik bidang akademik maupun non-akademik. Hebatnya, ibarat anak ajaib yang terlahir sempurna, Borek kecil bisa menguasai berbagai hal. Tidak hanya pandai dalam pelajaran, ia juga mahir berolah raga. Tak heran meski usia sudah tua, ia masih terlihat bugar.
Mungkin mendapat jawaban atas doa yang selama ini dipanjatkan, Borek pun diterima bekerja di salah satu perusahaan kimia ternama di Cilegon. Mendapat upah besar dan mampu meningkatkan ekonomi keluarga, Borek pun semangat bekerja. Saking semangatnya, ia sampai lupa waktu.
Seiring berjalannya waktu, Borek terus melesat meningkatkan taraf hidupnya. Membeli rumah dan kendaraan pribadi, ia memiliki kemapanan di usia muda. Tak terasa, saking sibuknya bekerja, Borek sampai ditegur saudara lantaran belum berumah tangga. Padahal, sebenarnya banyak wanita yang berharap bisa menjadi teman hidupnya. Ah, masa sih, Kang?
“Ya, dulu banyak temannya ibu yang nawarin anaknya. Ibu sih bilang terserah saya. Saya belum pengin karena masih punya target yang belum tercapai,” ungkap Borek
Sadar akan keadaan, Borek pun mencari pendamping hidup. Sempat berganti-ganti kekasih, ia termasuk lelaki yang selektif. Parahnya, bahkan sampai ada yang hari ini jadian, besoknya langsung putus hanya karena tak suka dengan ucapan sang wanita. Aih, kok gitu sih, Kang?
“Waktu itu merasa enggak nyaman saja, Kang. Soalnya dia kayak banyak ngatur-ngatur saya gitu,” curhat Borek.
Lelah mencari yang cocok, akhirnya pilihan pun jatuh pada Munah. Wanita yang sebenarnya sudah lama mengenal Borek, tetapi tidak menunjukkan rasa. Tak disangka, seolah sudah merasa yakin, Munah yang awalnya menanyakan status sang lelaki. Borek pun menanggapi. Jadilah mereka resmi menjadi sepasang kekasih.
Tak menunggu lama, sebulan setelah jadian, mereka sepakat menuju jenjang pernikahan. Mengikat janji sehidup semati, Puah dan Borek resmi menjadi sepasang suami istri. Menggelar pesta meriah, keduanya bak ratu dan raja duduk bersanding di singgasana.
Di awal pernikahan, Borek dan sang istri langsung menempati rumah hasil kerja keras sewaktu muda. Munah merasa bahagia. Selain tampan, Borek juga mapan. Jangankan rumah, kendaraan pribadi dan kebutuhan sehari-hari pun terpenuhi. Tak heran jika kedua keluarga tampak harmonis menyaksikan kedua buah hati hidup sejahtera.
Terlebih, sebelum menikah, Munah juga sudah bekerja sebagai karyawan bank swasta di Kota Serang. Wajar saja jika keduanya tak perlu pusing memikirkan biaya ini dan itu. Hingga setahun kemudian, lahirlah anak pertama, membuat hubungan semakin mesra. Namun, sejak saat itu Munah sempat cuti bekerja dengan alasan ingin mengurus anak pertamanya.
Sampai sang anak tumbuh balita, mungkin karena kinerja Munah yang baik, ia kembali diterima bekerja. Padahal, katanya, saat itu ia sudah melewati batas cuti yang ditentukan perusahaan. Meski sempat dilarang suami, Munah tetap tak mau meninggalkan pekerjaan. Jadilah sang anak diurusi ibu mertua dan kadang dibantu asisten rumah tangga.
“Ya, waktu itu sudah saya ingatkan biar urusan cari nafkah itu tugas saya. Eh, dia tetap kekeuh pengin kerja. Ya, sudah deh,” tutur Borek.
Setahun dua tahun rumah tangga masih berjalan lancar. Namun, menjelang tahun ketiga, peristiwa itu pun terjadi dan membuat gempar sekeluarga. Semua berawal di suatu pagi, Munah meminta ibunya untuk datang ke rumah. Mungkin karena tak ingin Munah khawatir, sang ibu tak memberitahu kalau ia tengah sakit.
Datanglah sang ibu diantar saudara. Wajahnya tampak pucat namun senyumnya selalu mengambang di bibir. Munah sempat menanyakan keadaan ibunya. Namun, ia tak bisa berbuat banyak karena diburu waktu. Dititipkanlah sang anak pada ibu. Munah dan Borek berangkat kerja.
Tak terasa siang datang perlahan. Sampai jam dinding menunjukkan pukul dua, Munah dan Borek menerima telepon dari pembantu di rumah. Bagai tersambar petir di siang bolong, pasutri itu tak peduli lagi pada pekerjaan yang menumpuk. Semua tugas-tugas ditinggalkan begitu saja dan lekas pulang.
Sesampainya di rumah, keduanya menyaksikan orang-orang berkerumun memadati halaman depan. Sambil bercucuran air mata, mereka merangsek masuk. Didapatinya sang buah hati tak berdaya, tubuhnya kaku dan membiru. Astaga, kenapa anaknya, Kang?
“Wah, saya kalau ingat itu rasanya pengin nangis. Anak saya kecebur di kolam karena ibu mertua ketiduran,” curhat Borek.
Lekas dibawanya ke rumah sakit terdekat. Beruntung sang buah hati masih selamat. Meski kondisinya masih kritis karena banyak menelan air, sang anak dinyatakan selamat. Borek memarahi sang ibu mertua, Munah tak terima, mereka saling menyalahkan. Keributan pun tak bisa dihindari.
Sejak kejadian itu, terjadilah musyawarah, Munah memutuskan tak lagi bekerja dan fokus mengurus anak. Mereka kembali melanjutkan kehidupan bersama.
Ya ampun, untung masih selamat ya, Kang. Semoga Teh Munah semakin sayang dan menurut sama Kang Borek supaya terus langgeng. Amin! (daru-zetizen/zee/dwi)