Hidup dalam kegelapan tak membuatnya patah arang. Berbekal ilmu yang ia dapat, M Panggeng Vilharmiles (41) mencoba menjadi sosok yang bermanfaat bagi sekitarnya. Kawan-kawan sesama penderita tunanetra diajaknya belajar Alquran dan menggunakan komputer. Selain mengajari keterampilan, ternyata ia seorang atlet judo tunanetra (blind judo).
PAK Panggeng demikan namanya disebut. Bersama keluarganya, Panggeng menempati sebuah rumah ber lantai dua di Jalan Hj Ashari, Kampung Bojongasem RT 05, RW 10, Kelurahan Kunciranindah, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Di depan pintu, sebuah papan nama bertuliskan Yayasan Peduli Kesejahteraan Tunanetra (YPKT) terpasang.
Seorang pria bertubuh bongsor membuka pintu. Pria yang membuka pintu tersebut adalah M. Panggeng Vilharmiles. ”Ayo silakan masuk, mas,” ujar pria kelahiran Boyolali, 9 September 1976 itu.
Saat disinggung YPTK, pria ini mengulum senyum. Ia mengatakan yayasan yang dibentuk 20 April 2006 itu menjadi wadah para tunanetra berkreasi dan menjamin kehidupannya. ”Kawan-kawan saya ajarkan komputer, Alquran dan memijat tentunya,” terangnya.
Saat disinggung bagaimana para tunanetra menggunakan komputer, Panggeng mengajak Radar Banten ke lab komputer. Ia menerangkan, para tunanetra menggunakan sebuah software bernama JOSP yang menggunakan petunjuk suara lewat sistem Windows.
Setelah komputer dinyalakan, tampilan di layar memperlihatkan menu login untuk masuk ke windows. Lewat petunjuk suara lewat JOSP, komputer memberitahu Pak Panggeng bahwa ia sedang berada di menu login serta menyebutkan nama user dan administrator.
Tidak seperti orang normal, tunanetra mengarahkan cursor menggunakan keyboard. Setelah Pak Panggeng login, Pak Panggeng menekan tombol start. Setelah itu Pak Panggeng menekan keyboard mengarahkan pencarian ke program Microsoft Word. Pak Panggeng bisa menemukan program yang dicari setelah JOPS memberitahu lewat suara bahwa icon Ms Word.
”Saya sudah belajar hampir lima tahun lah,” terangnya.
Sayangnya software tersebut menggunakan panduan Bahasa Inggris. Dengan begitu, ia pun mengajak rekan-rekan sesama tunanetra belajar bahasa asal Ratu Elizabeth tersebut. ”Ya, belajar (Bahasa Inggris-red) dulu, baru kita belajar komputernya,” ujar pria yang kini terus menghapal menu-menu di Ms Word tersebut.
Saat asyik mengulik komputer unik tersebut, Panggeng bercerita bahwa ia tidak buta sejak lahir. Tragedi itu bermula saat ia sedang asyik bermain dengan teman-temannya. Mata kirinya Pak Panggeng terkena peluru pistol mainan anak-anak. Dan tragisnya, mata kanannya pun juga tidak bisa melihat. ”Waktu itu saya duduk di kelas V SD sekitar tahun 1988,” terangnya.
Pada tahun 1995, Panggeng mengenyam pendidikan di SLB PSBN Surakarta. Di sana Panggeng kepincut olahraga Judo. Ia pun dilatih bersama Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Surakarta. Lewat bela diri asal Jepang ini, Pak Panggeng menuai prestasi.
Di tahun 1999, Panggeng pergi ke Thailand mengikuti perlombaan penyandang cacat se-Asia Pasifik dan meraih juara harapan 1. Kalah dalam perebutan medali perunggu oleh atlet Jepang. Tapi kini ia tidak terlalu aktif di olahraga Judo, hanya sesekali pernah dipanggil dalam beberapa event. ”Masih lah sekali-kali, tapi ya begitu.
Lewat perguruan tinggi Al-Hikmah. Ia membuka praktik pijat. Pada tahun 2001 ia berkenalan dengan Soban Jauhari, seorang pelanggannya, pertemanan itu membuatnya terjun ke medan dakwah.
Dengan kegigihannya, Panggeng telah memiliki binaan kurang lebih 70 anak asuh. Selain program edukasi, Panggeng juga punya jadwal rutin taklim dengan seluruh binaannya sepekan sekali dengan menghadirkan ustad dari luar. ”Alhamdulillah, meski dengan keadaan terbatas kami masih bisa tetap survive,” tandasnya. (TOGAR HARAHAP/RBG)