Lahir dari keluarga yang memiliki keterbatasan ekonomi, tak membuat Panji Azis Pratama (22) memendamkan mimpinya. Putra asli Banten ini justru mendapatkan beberapa penghargaan internasional dan dinobatkan sebagai salah satu dari 60 pemimpin muda di dunia pada 2016.
Rostinah – SERANG
Lahir di sebuah kampung di Desa Cikande, Kabupaten Serang, membuat Panji yang kini tinggal di Kota Serang ini terbatas mengakses pendidikan. Apalagi, sejak usia dua tahun, Panji telah ditinggal ayahnya yang meninggal dunia akibat penyakit jantung. Ibunya yang menjadi single parent (orangtua tunggal) sempat membuat Panji pesimistis untuk terus mengenyam pendidikan.
Namun, kegigihan sang ibu justru membuat anak desa ini mampu mendunia. Ibunya yang hanya lulusan SMP itu mampu menyekolahkan dua anaknya dan menjadikan Panji sosok pemuda yang membanggakan Indonesia. Dengan berbekal keahlian merias dan menata rambut, sang ibu berjuang untuk menjalankan amanah ayahnya agar menyekolahkan Panji dan kakaknya setinggi-tingginya. Dengan doa restu dari sang ibu inilah, Panji yang juga alumni SMAN 2 Kota Serang ini sebentar lagi akan melanjutkan strata duanya di Columbia.
Kiprahnya di kancah internasional ini bermula dari idenya membuat Istana Belajar Anak Banten (Isbanban). Berdirinya Isbanban dimulai dari bencana banjir di Desa Padarincang, Kabupaten Serang, pada 2013. Saat itu, Panji yang masuk dalam Forum OSIS Banten ingin mengadakan bakti sosial dengan komunitas Banten Muda. Namun, bakti sosial yang biasanya diisi dengan pemberian sembako dan pakaian layak pakai itu diubah dengan membuat taman baca yang dinilainya lebih memiliki kebermanfaatan jangka panjang. Dari situlah, Isbanban berdiri pada 10 Februari 2013.
Organisasi itu terdiri atas para relawan yang mayoritas adalah pemuda dengan batas usia maksimal 25 tahun. Dengan berbekal semangat, para pemuda ini menggalang dana di sekolah-sekolah se-Banten dan mengumpulkan buku. Akhirnya, taman baca di Desa Padarincang itu berdiri dengan kegiatan setiap tahun. “Setiap minggu, para relawan mengajar hingga membacakan dongeng untuk anak-anak,” ujar Panji, Rabu (29/3).
Kini, bermula dari kepedulian terhadap bencana banjir itu, Panji bersama teman-temannya sudah mendirikan sepuluh taman bacaan yang tersebar di tujuh desa binaan di tujuh kabupaten kota di Banten. Hingga saat ini, sudah ada 592 relawan termasuk alumni yang tergabung dalam Isbanban dan ada 455 anak yang dibina.
Tak hanya akademik, Isbanban juga mengajar nonakademik terhadap anak-anak di desa. Bahkan, pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pendidikan bagi anak-anak menjadi lebih bertambah. Pengalaman masa kecilnya yang sulit mengenyam pendidikan itu yang membuat Panji gigih memperjuangkan hak anak-anak desa untuk dapat belajar. Kesulitan ekonomi yang dialami keluarganya sepeninggal ayahanda tercinta tak membuat Panji gentar. Sejak SMP hingga strata satu kemarin, Panji mendapatkan pendidikan dengan beasiswa. “SMP dan SMA, Panji dapat beasiswa dari sekolah,” ungkapnya.
Sementara untuk kuliah di Jurusan Kesejahteraan Sosial Universitas Padjajaran Bandung, diraihnya melalui beasiswa dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Tak tanggung-tanggung, ia juga terpilih sebagai penerima Young Southeast Asian Leaders Initiative Academic Fellows dari US Departement of State di 2015. Atas penghargaan ini, ia berhak menerima beasiswa leadership training di Northern Illinois University, Amerika Serikat selama lima pekan.
Sejak SMA, Panji telah meraih banyak penghargaan seperti Anak Muda Inspiratif Bidang Pendidikan dari Banten Muda Award, Young Changemakers dari Ashoka Indonesia di 2013. Ia juga pernah menjadi duta pemuda yang mewakili Banten di Parlemen Muda Indonesia 2012, ia juga aktif mempromosikan hak-hak anak melalui Forum Anak Nasional dan Sekretariat Forum Anak Nasional.
Perannya sebagai Fasilitator Forum Anak membuatnya belajar untuk lebih aware pada hak-hak anak di Indonesia. Berkat kegigihannya, ia juga terpilih mewakili anak muda Banten di acara Indonesia Youth Forum 2014 yang diselenggarakan di Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Tak hanya skala nasional, pada 2015 Panji, satu-satunya pemuda yang mewakili Indonesia berbicara pada Youth Summit di India tentang pentingnya peranan pemuda dalam bidang pendidikan. Anak muda Banten ini bisa tampil di forum internasional karena kerja keras dan konsistennya mengabdi pada kebermanfaatan orang banyak.
Pada 2016, si bungsu ini dinobatkan sebagai salah satu dari 60 pemimpin muda di dunia usia 18-23 tahun oleh Global Changemakers.
Global Changemakers adalah organisasi independen yang lahir dari program British Council International di 2007. Global Changemakers selama sembilan tahun ini telah menjaring para pemimpin muda di dunia untuk disiapkan menjadi pemimpin masa depan yang berkualitas dan memiliki jiwa pembaru perubahan untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Global Changemakers pada tahun 2017 telah memilih 60 dari 4.000 daftar nama pemimpin muda di seluruh dunia, untuk diberangkatkan ke Switzerland pada 24-30 Juli 2016 dalam rangka pelatihan inkubasi mengenai leadership, volunteer management and organizational development. Negara yang terkenal dengan cokelat dan jam tangan kelas dunianya ini menjadi tuan rumah dalam mempertemukan para pemimpin muda dunia dalam acara Global Youth Summit 2016. Panji terpilih atas inisiatifnya dalam membentuk Isbanban yang bergerak untuk menciptakan akses dan kualitas pendidikan yang lebih baik di pelosok desa Banten.
Mimpi anak muda yang sebentar lagi akan diundang ke Turki ini tak muluk-muluk. Ia ingin Isbanban lebih besar dan lebih bermanfaat lagi untuk banyak orang. Taman baca yang saat ini hanya dapat menumpang di madrasah dan majelis taklim ini diharapkan ke depan dapat mempunyai tempat sendiri. Diakui Panji, saat ini dana yang terkumpul cukup untuk menutupi kebutuhan anak-anak. Namun, besar harapannya agar support terhadap Isbanban lebih bertambah lagi. Saat ini, ada tiga keran dana Isbanban, yaitu hasil dari kewirausahaan dengan menjual kaus, donatur personal maupun publik, serta partisipasi volunteer (relawan). Hingga saat ini, anak muda yang juga pernah menjadi juri di Amerika Serikat ini mengaku belum ada komunikasi dengan pemerintah daerah, baik kabupaten kota maupun Pemprov Banten. “Saya sering ditanya oleh media nasional bagaimana perhatian dari Pemprov Banten, saya jawab belum ada komunikasi. Mungkin kami juga yang belum ke sana dan Pemprov yang belum ke kami,” tuturnya.
Bagi Panji, memberikan akses pendidikan seluas-luasnya ke anak desa merupakan salah satu impiannya. Dengan begitu, dari desa akan lahir pemimpin-pemimpin yang nantinya akan kembali ke desa untuk membangun wilayah mereka. Semoga ke depan akan semakin banyak anak muda Banten seperti Panji yang berani memetakan dan merealisasikan mimpi di bidangnya masing-masing. (*)