SERANG – Dewan Pengupahan Provinsi Banten belum dapat membahas upah minimum provinsi (UMP) 2021. Soalnya, Pemprov Banten masih menunggu Surat Edaran (SE) Menteri Tenaga Kerja (Menaker) terkait UMP 2021 usai Ominbus Law atau UU Cipta Kerja disahkan.
Padahal berdasarkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP 78/2015 tentang Pengupahan, penetapan UMP paling lambat akhir Oktober dan diumumkan 1 November, sebagai dasar penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Kasi Pengupahan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Banten Karna Wijaya mengungkapkan, disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja membuat UU 13/2003 tidak lagi menjadi acuan pembahasan pengupahan. Namun, karena UU Cipta Kerja baru disahkan awal Oktober lalu, maka belum ada PP.
“Kalau UU 13/2003 peraturan turunannya kan PP 78/2015, nah kalau UU Cipta Kerja ini kan belum ada PP-nya. Jadi kami harus menunggu SE Menaker dulu,” kata Karna kepada wartawan, Rabu (21/10).
Karna yang juga masuk dalam susunan Dewan Pengupahan Provinsi Banten ini melanjutkan, pemerintah pusat saat ini masih menyusun peraturan turunan dari UU Cipta Kerja. Sementara pembahasan UMP 2021 tidak bisa menunggu terbitnya PP lantaran waktunya terlalu sempit untuk pembahasan UMK 2021. “Info yang kami terima dari Kemenaker, saat ini sedang disiapkan SE Menaker,” tuturnya.
Sebelum UU Cipta Kerja disahkan DPR RI, lanjut Karna, sebenarnya Dewan Pengupahan Provinsi sudah melakukan pembahasan awal terkait UMP Banten 2021.
“Namun pembahasan yang kami lakukan masih mengacu PP 78/2015, dimana besaran UMP ditetapkan dengan menjumlahkan besaran pertumbuhan ekonomi dan inflasi,” urainya.
Menyikapi terbitnya UU Cipta Kerja, Dewan Pengupahan Provinsi langsung melakukan rapat koordinasi pada 20 Oktober 2020. Semua unsur dewan pengupahan hadir, baik itu unsur asosiasi pengusaha maupun serikat buruh.
“Kemarin kami sudah rapat koordinasi, lalu disepakati untuk menunggu petunjuk teknis dari Menaker dalam membahas UMP Banten 2021,” pungkasnya.
Senada, Kepala Disnakertrans Banten Alhamidi mengaku, pemprov tidak bisa melanjutkan pembahasan UMP 2021 sebelum ada arahan dari pemerintah pusat. “Yang bisa kami lakukan saat ini hanya menunggu SE Menaker,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, Dewan Pengupahan Nasional telah merekomendasikan kepada Kemenaker tentang besaran upah minimum 2021 disamakan dengan upah minimum 2020. Namun rekomendasi itu belum diputuskan oleh pemerintah pusat.
“Saat ini ada dua kemungkinan, pertama pembahasan besaran UMP tetap mengacu pada PP 78/2015 atau UMP 2021 sama dengan 2020 sehingga tidak lagi dibahas oleh dewan pengupahan provinsi,” tegasnya.
Apapun nanti keputusan pemerintah pusat, Alhamidi berharap serikat buruh dan asosiasi pengusaha tetap mematuhi aturan yang berlaku. “Kami berharap SE Menaker segera terbit pekan ini, sehingga ada kepastian tentang upah minimum 2021 disemua provinsi,” tegasnya.
Sementara itu, anggota Dewan Pengupahan Provinsi dari unsur serikat buruh, Redi Darmana mengatakan, serikat buruh tetap meminta besaran UMP 2021 mengacu pada UU Ketenagakerjaan, dengan menghitung Komponen Hidup Layak (KHL) dalam penentuan upah minimum.
“Kami dari dulu menolak PP 78/2015, sekarang kami juga menolak UU Cipta Kerja. Kami hanya minta upah minimum 2021 tetap naik karena saat ini perekonomian buruh sedang jatuh akibat pandemi,” katanya.
Kendati begitu, Redi mengaku sepakat bila pembahasan UMP 2021 menunggu SE Menaker. “Kami juga menunggu apa kebijakan pemerintah pusat, bila buruh dirugikan tentu kami akan melakukan penolakan,” tegasnya.
Berdasarkan data Disnakertrans Banten, UMP Banten tahun 2020 sebesar Rp2.460.996. UMP itu ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Banten Nomor 561/Kep.305-Huk/2019 tertanggal 28 Oktober 2020 dan menjadi acuan besaran UMK 2020. Bila dibandingkan dengan UMP Banten 2019 sebesar Rp2.267.990, UMP 2020 naik 8,51 persen atau Rp193 ribu. (den/nda)