TANGERANG – Walikota Tangerang Arief R. Wismansyah meminta ganti rugi aset yang hilang akibat pembangunan Runway III Bandara Soekarno-Hatta oleh PT Angkasa Pura II. Arief juga meminta kejelasan dan rekomendasi hukum baik itu dari pihak Kejaksaan mupun Pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kemen ATR/BPN) menyangkut aset-aset Pemkot yang yang terkena dampak langsung dari pembangunan Runaway tersebut.
Ia berharap agar aset Pemkot seluas 76.760 meter persegi yang berada di wilayah Kecamatan Benda dan Kecamatan Neglasari tersebut bisa diganti rugi oleh pihak Angkasa Pura II sebagaimana diatur dalam pasal 46 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Publik. ”Karena memang tanah tersebut diperuntukkan untuk TPU dan Ketahanan Pangan,” terangnya.
Ditambahkan Arief, jika kelak direlokasi, Angkasa Pura segera menetapkan lokasinya dimana. ”Dan kita akan segera melakukan koordinasi dengan DPRD karena kita harus mempertanggungjawabkannya ke masyarakat,” bebernya.
Sementara Kabid Aset pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Tangerang Teguh Suprianto mengatakan, aset Pemkot yang bakal terkenal pelebaran Runway itu yakni untuk lahan TPU seluas enam hektare dan lahan pertanian 1,7 hektare. ”Tapi kita tidak pernah minta ganti rugi. Yang dimaksud adalah pergantian aset atau hibah namanya,” kata Teguh.
Untuk diketahi pembangunan Runway saat ini dalam proses penghitungan aset dan lahan oleh Tim Appraisal. Sehingga belum ada kepastian berapa nilai rupiah untuk aset dan lahan Pemerintah Kota Tangerang yang harus diganti nanti.
Manajer Humas PT Angkasa Pura II, Haerul Anwar mengatakan, pihaknya masih menunggu Tim Appraisal bekerja dalam melakukan penilaian aset dan lahan Pemkot Tangerang yang bakal terkena pelebaran Runway. ”Dana sudah ada untuk penggantian itu,” katanya, Minggu (31/8).
Ia juga mengklaim sampai saat ini belum ada kendala soal aset dan lahan yang akan terkena pelebaran Runway. Yang pasti, pembangunan runway diperkirakan selesai tahun 2017 atau 2018. Itu karena PT Angkasa Pura II juga saat ini sedang fokus revitalisasi terminal I dan terminal II.
Terpisah, Ketua Tim Pembebasan Lahan Internal Angkasa Pura II, Bambang Sumarno mengatakan saat ini pihaknya tengah melakukan pengukuran lahan. Direncanakan pada September 2016, pembebasan dan pengukuran selesai. ”Belum semua diukur, desa yang sedang dilakukan pengukuran adalah Desa Bojong Renged, Kecamatan Teluknaga. Namun luas area yang sudah diukur masih on progress,” terangnya.
Bambang menjelaskan, pihaknya melakukan semua proses sesuai dengan prosedur dan perundang-undangan yang berlaku. ”Progres pengukuran ada di BPN,” imbuhnya.
Terkait verifikasi, sambung dia, bukti sertifikat dan akan dikroscek agar ada sinkronisasi antara penghitungan BPN dan subjek tanah warga. ”Jadi bidang-bidang milik warga akan dihitung luasnya dan kepemilikannya akan dihitung sesuai dengan subjek penilaian. Setelah itu, warga akan dihadapkan tim appraisal dalam penentuan harga,” terangnya.
Terpisah, Kepala Desa Rawa Burung Rukiyat Idris meminta jaminan ganti rugi harus memenuhi asas kemanusian, keadilan, keselarasan, kenyamanan. Ia pun meminta pemerintah dan PT Angkasa Pura II menjamin hak warga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pembebasan Lahan untuk Kepentingan Umum. ”Kita menginginkan harga yang pantas dan mengikutsertakan kami dalam penghitungan di dalamnya,” ujar dia.
Hal senada diungkapkan Mulyanto, warga RW 10 ini meminta PT Angkasa Pura untuk memberi jaminan sosial seperti kesempatan kerja dan usaha dagang bagi warga yang tergusur di Bandara Soetta. ”Ganti rugi ini tak sekedar duit, namun juga akses kesejahteraan yang layak bagi kami,” pungkasnya. (Iwan Setiawan/Radar Banten)